Senin, 30 Maret 2009

TEMAN YANG PERGI......



Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah dendam. Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah perkara biasa. Jika kebaikan dibalas kejahatan, itu adalah zalim. Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan, itu adalah mulia dan terpujiia Tertidur Untuk Selamanya
Bagikan

Hari ini jam 9:52
Hari itu fajar demikian tenang diselimuti langit mendung
Seperti hari-hari kemarin, tubuh lemah itu ter bujur di atas ranjang
Tapi nafasmu kini lebih cepat tak seperti biasanya
Tak seperti pada banyak tidurnya terdahulu

Dari mulutmu sebaris kalimat terucap ‘Ibu haus, ibu Haus’
Berkali-kali kalimat itu kau ulangi
Dan manakala beningnya air menyentuh bibirmu
Dengan cepat kau sambar, bergegas mengaliri dahaga
Seperti baru saja lari beberapa kilometer jauhnya.

Setelah puas, lagi-lagi kaupun kembali tertidur
Engkau tetap tampak lemah tapi tenang dalam tidur itu
Namun sepertinya engkau akan tidur cukup lama
Hingga tak akan ada yang sanggup untuk membangunkanmu
Karena kau tertidur meninggalkan raga

Jika ini waktu yg tepat dan indah untukmu menutup usia,pergilah dgn wajah tersenyum. Allah izinkan aq,kami serta orang-orang yg mencintai wanita lanjut usia yang lemah ini menitip doa agar Engkau memberi tempat yang istimewa d sisiMU. Sandingkan ia dengan bidadara nan tampan dan t'baikmu. Karena ia pantas mendapatkannya. Selamat jalan embah Fatimah, kami akan merindukan dirimu menyentuh kepala seraya b'munajat kepada-Nya untuk keselamatan Kami. Wajahmu akan selalu ada disetiap sujud kami. Innalillahi wa innaillaihi rojiun.

Kamis, 26 Maret 2009

BERHARAP POLITISI TIDAK BUSUK




Pengantar

Kebijakan autonomi daerah di Indonesia telah membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap hubungan Pemerintah Daerah (eksekutif) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau legislatif. Hal ini menunjukkan bahwa di antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2002; Halim & Abdullah, 2006). Perubahan ini juga berimplikasi pada kian besarnya peran legislatif dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk penganggaran daerah.
Secara faktual di Indonesia saat ini banyak mantan dan anggota legislatif yang divonis bersalah oleh pengadilan karena menyalahgunakan APBD. Kemungkinan hal ini terkait dengan peran legislatif yang sangat besar dalam penganggaran, terutama pada tahap perencanaan atau perumusan kebijakan anggaran dan pengesahan anggaran. Dugaan adanya misalokasi dalam anggaran karena politisi memiliki kepentingan pribadi dalam penganggaran dinyatakan oleh Keefer & Khemani (2003), Mauro (1998a, 1998b), dan Tanzi & Davoodi (2002).

REALITA

Kondisi powerful yang dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar. Posisi eksekutif yang “lebih rendah” dari legislatif membuat eksekutif sulit menolak “rekomendasi” legislatif dalam pengalokasian sumberdaya yang memberikan keuntungan kepada legislatif, sehingga menyebabkan outcome anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami distorsi dan merugikan publik. Dengan demikian, meskipun penganggaran merupakan bagian dari sistem informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen (Eisenhardt, 1989), kenyataannya dalam proses pengalokasian sumberdaya selalu muncul konflik kepentingan di antara actors (Jackson, 1982). Untuk menjelaskan fenomena self-interest dalam penganggaran publik tersebut, teori keagenan dapat dipakai sebagai landasan teoretis (Christensen, 1992; Johnson, 1994; Smith & Bertozzi, 1998).

Alokasi sumberdaya dalam anggaran mengalami distorsi ketika politisi berperilaku korup. Perilaku korup ini terkait dengan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada proyek-proyek yang akan dibiayai dengan anggaran, yakni pengalokasian akan lebih banyak untuk proyek-proyek yang mudah dikorupsi (Mauro, 1998a; 1998b) dan memberikan keuntungan politis bagi politisi (Keefer & Khemani, 2003). Artinya, korupsi dan rent-seeking activities di pemerintahan berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi pengeluaran pemerintah.***

MUSIBAH SITU GINTUNG


CIPUTAT—Situ Gintung, Ciputat, Kota Tangerang Selatan mengamuk pagi pukul 04.30 WIB. Sebanyak 12 warga Cirendeu, Jakarta Selatan berbatasan dengan kota baru itu, tewas.

Menurut Kapolsek Ciputat AKP Ngisa Anshari, peristiwa itu terjadi pada pagi buta subuh atau sekitar pukul 04.30 WIB. Disaat tanggul Situ Gintung jebol, warga Cirendeu, Jakarta Selatan, tertidur lelap.

Akibatnya, sejumlah rumah yang berada di sekitar danau terendam dengan ketingian badang orang dewasa, warga RT 01/08 Cireunde yang belum mengetahui datangnya tsunami kecil karena terlelap tidur tidak dapat menyelamatkan diri ketika air deras itu datang secara tiba-tiba.

”Sejumlah rumah di sekitar danau pun terendam, banyak dari warga tertidur pulas tewas ketika dihantam air Situ Gintung,” kata Kapolsek.

Pantauan Tangerang Online, sejumlah petugas telah melakukan evakuasi dilokasi dan membawa para korban ke Puskesmas Ciputat. Bahkan sebagian korban yang masih hidup diletakan dijalan usai di evakuasi petugas.

”Kebanyakan korban tinggal di Kompleks Cirendeu Permai dan sekitar Jalan Achmad Dahlan tidak jauh dari Universitas Muhammadiyah Jakarta,” kata Kapolsek.

Rata-rata korban tewas, sambung Kapolsek, merupakan anak-anak dan ibu rumah tanggga. Data yang dikumpulkan Tangerang Online, dari puskesmas, polsek setempat tercatat 12 orang meninggal dunia. (i’in)
Diposkan oleh coffe di 22:32 0 komentar

PETAKA MUSIBAH SITU GINTUNG



UP TO DATE !!



KETIKA MUSIM LELANG = PROYEK TIBA
Oleh : Budi Usman,Ketua Presedium Bakor Tangerang Utara.


Apa pun modusnya, pembocoran anggaran proyek tidak akan sangat sulit jika tidak dilakukan secara berjemaah. Kalau bermain sendiri, Anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Alih-alih mendapatkan untung, Anda malah bisa dijebak dan dijerat hukum. Biar aman dan untung, harus berkolusi dengan pejabat di departemen/dinas via pemimpin proyek hingga ke para kasir di kantor kas agar tagihan dana proyek lancar. Belakangan ini jasa oknum anggota Wakil Rakyat pun diperlukan agar sebuah proyek dapat disetujui dalam APBN dan APBD.
Asas profesionalisme tidak laku dalam modus itu. Yang terpenting, ada hubungan ayah-anak atau bentuk kekerabatan lainnya, hubungan karena dari partai politik yang sama atau karena si pengusaha donatur partai, anggota kelompok atau kedekatan pengusaha dengan pejabat tinggi negara. Dengan pendekatan inilah si Badu bisa menjadi ketua panitia pengadaan, si Udin menjadi pemimpin proyek, dan si Poltak menjadi pemasok barang atau jasa yang dibutuhkan departemen. Semua yang masuk jaringan hubungan atau kedekatan itu harus mendapatkan bagiannya. Dari petinggi dinas atau SKPD hingga para kasir.
Menurut Bambang Soesatyo Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia Contoh kasus yang paling nyata tentang praktek korupsi dalam pengadaan barang dan jasa kebutuhan pemerintah adalah kerapuhan aspal jalan-jalan raya di Jakarta serta praktek pelanggaran tata ruang yang gila-gilaan dalam beberapa tahun terakhir ini. Curah hujan yang rendah sekalipun dengan cepat menimbulkan genangan air pada hampir semua ruas jalan, yang kemudian menyebabkan jalan dengan cepat berlubang.
Dalam dua contoh kasus ini, bisa dilihat bagaimana para birokrat negara atau pemerintah daerah tutup mata (kolutif) terhadap praktek menurunkan spesifikasi barang dan mutu pekerjaan yang dilakukan para kontraktor maupun konsultan proyek. Modus korupsi seperti ini sudah meluas. Maksudnya, dipraktekkan di hampir semua departemen atau lembaga negara dan pada semua pemerintahan daerah.
Menyedihkan karena kebocoran akibat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme itu masih berlangsung hingga kini. Pada 2000-an sekarang, nilai riil kebocoran APBN dan APBD per tahun anggaran bisa mencapai kisaran Rp 60-70 triliun. Jumlah ini ekuivalen 20 persen anggaran pengadaan barang dan jasa per tahun. Maka tidak aneh jika sekitar 80 persen dari 20 ribu pengaduan tindak pidana korupsi yang masuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi menyangkut pelanggaran terhadap Keputusean Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Proyek Pengadaan Barang dan Jasa Kebutuhan Pemerintah.

Dari hasil kajian ICW pada 2005-2008, terungkap bahwa mekanisme pelaksanaan proyek yang memberikan keistimewaan kepada salah satu pihak melalui penunjukan langsung dianggap oleh pejabat tinggi bukan merupakan pelanggaran yang serius. Padahal hal itu dilarang secara tegas dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah mengingat nilai proyek di atas Rp 50 juta harus melalui mekanisme pelelangan (tender). Dari temuan ICW, terdapat 43 kasus yang terindikasi korupsi di sektor pengadaan, yang modusnya menggunakan penunjukan langsung.

Selain indikasi korupsi yang terjadi dengan melakukan penunjukan langsung, modus korupsi lainnya yang kerap terjadi pada proses pengadaan adalah praktek markup (48 kasus), pemerasan (50 kasus), penyimpangan kontrak (1 kasus), dan proyek fiktif (8 kasus). Banyaknya modus korupsi yang terjadi pada sektor pengadaan menunjukkan masih buruknya sistem akuntabilitas dan transparansi pemerintah serta tidak berjalannya sistem pencegahan yang efektif untuk meminimalisasi terjadinya praktek korupsi di sektor tersebut.

Dengan kata lain, mekanisme kerja, tradisi, dan perilaku birokrasi yang sarat dengan perburuan rente masih menjadi penyakit serius yang menghambat pemerintah yang bersih. Hal ini mengingat ancaman nyata dalam korupsi pengadaan adalah buruknya kualitas barang/jasa yang dihasilkan sehingga tidak dapat melayani kepentingan publik secara efektif dan efisien. Demikian halnya dengan pemborosan anggaran yang terjadi karena penyusunan anggaran proyek yang digelembungkan. Dalam konteks ini, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan.

Fenomena tersebut tidak hanya dapat dilihat pada modus korupsi yang terjadi, tapi juga dapat diketahui dari pemetaan sektor-sektor yang selama ini rawan terjadinya korupsi. Dari data media massa yang dikumpulkan selama 2005, diketahui bahwa korupsi di sektor pengadaan barang/jasa menempati posisi tertinggi (66 kasus). Diikuti kemudian oleh sektor anggaran Dewan (58 kasus) dan infrastruktur (22 kasus). Yang terakhir ini bisa dikatakan memiliki keterkaitan dengan isu korupsi dalam pengadaan barang/jasa mengingat sebagian belanja pemerintah dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

Seperti dirilis oleh Adnan Topan Husodo, anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch ( Koran Tempo, 18 Juli 2006) Korupsi politik adalah sebagaimana disebutkan di atas, inti dari korupsi pengadaan barang dan jasa adalah penyuapan. Penyuapan dapat dideskripsikan sebagai mekanisme saling menukar sumber daya kekuasaan dan uang. Penjelasan lebih jauhnya, sumber daya kekuasaan mewujud dalam kewenangan, otoritas, informasi, jumlah, dan besarnya proyek yang menjadi domain pejabat, sedangkan kekuasaan uang ada pada diri pelaku usaha/pebisnis/pengusaha.

Karena itu, memandang korupsi pengadaan barang/jasa tidak serta-merta hanya dianggap sebagai gejala penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur birokrasi belaka, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari memperoleh sumber daya politik dan sumber daya ekonomi. Dengan kata lain, korupsi pengadaan bukan saja bicara soal korupsi birokrasi, melainkan bersinggungan erat dengan korupsi politik. Pertautan keduanya sungguh jelas.

Sabtu, 21 Maret 2009

HEADLINE


DAfiNa Naswah Dianti ,Lahir 6 Oktober 2003, TK ATTAQWA Teluknaga Tangerang


“… Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”

“Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

(Dialog antara Nabi Ibrahim As pada saat menyampaikan perintah Allah Swt untuk mengorbankan anaknya Ismail As, yang terekam dalam al-Quran Surat Ash-Shaffat (37) ayat 102).

Maka ujian yang sangat berat itu dijalankan oleh Nabi Ibrahim As, dengan dasar keikhlasan dan kepasrahan anaknya. Ketika pedang dihayunkan oleh Nabi Ibrahim As, seketika iitu pula Allah Swt mengganti tubuh Ismail As dengan seekor domba, sehingga Ismail As selamat.

Kamis, 19 Maret 2009

Rabu, 18 Maret 2009

PNS NETRAL




Wahai PNS Jagalah Netralitas dlm PEMILU
Oleh : Budi Usman,Aktifis Pantura dan mantan Wakil Ketua Panwaslu Kabupaten Tangerang


Posisi pegawai negeri sipil (PNS) yang strategis selalu menjadi incaran partai politik. Sehingga, sejak era reformasi PNS dilarang terlibat dan melibatkan diri sebagai anggota maupun pengurus parpol demi menjaga netralitas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Benarkah pembatasan itu efektif….. ?
Upaya-upaya tidak terpuji dalam menggiring Pegawai Negeri Sipil (PNS) memberikan suaranya kepada Caleg dan Parpol tertentu semakin kental terasa. Apa pun motif, dalih atau alasannya, tindakan Bupati atau siapa saja, dalam mempengaruhi netralitas PNS pada pemilu, tidak dibenarkan. Sebab, netralitas PNS merupakan perintah hukum, yang harus ditaati PNS itu sendiri.
Politisasi Birokrasi
Netralitas PNS dalam pemilu legeslatif, secara tegas dinyatakan
• "Partai politik peserta pemilu dan / atau calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye, dan juru kampanye dalam pemilu".
• "Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa atau sebutan lain, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama waktu kampanye".
• "Yang dimaksud dengan pejabat negara dalam undang-undang ini, meliputi presiden, wakil presiden, menteri/kepala lembaga pemerintahan nondepartemen, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
Aneh bin ajaib, bahkan sangat disayangkan, sekaligus amat memalukan, mengapa sedemikian ketatnya rambu hukum untuk menjaga netralitas PNS dalam pemilu legeslatif, tidak juga mampu meniadakan aksi pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, termasuk kepala desa atau sebutan lain, yang bersifat politisasi birokrasi.
Aksi politik tidak terpuji yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan (birokrasi negara) itu, bisa merusak netralitas PNS dalam pemilu legeslatif. Mengapa? Karena kultur birokrasi negara kita, sarat ciri feodalisme, paternalisme dan primordialisme.
Ketiga ciri tersebut, tampak terutama dalam watak pribadi rata-rata bawahan yang bersifat sub-ordinasi bawahan terhadap atasan. Pegawai bawahan, takut melakukan perlawanan terhadap tindakan atau perintah atasan, walau jelas-jelas bawahan menyadari tindakan atau perintah atasan mereka merupakan pelanggaran hukum.
Selain itu, kendati PNS sadar mandat hukum mereka, adalah untuk bersikap netral dalam pesta demokrasi, tetapi ketika atasan, khususnya yang mempunyai kewenangan memberi sanksi administratif kepada bawahan, maka upaya Bupati menggiring PNS untuk memilih tanda gambar (caleg/parpol) tertentu, membuat penggunaan hak politik PNS di bilik suara tidak sesuai tuntutan hati nuraninya, tetapi sesuai perintah atasan.
Tim Sukses
Seharusnya, hak politik PNS yang memang hanya di bilik suara itu, dijunjung tinggi seluruh pejabat negara, struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, maupun kepala desa (sebutan lain), sesuai perintah undang-undang. Sebab, berbeda dengan anggota TNI dan Polri, yang -sesuai perintah hukum- tidak menggunakan hak suara, PNS (masih) berhak menggunakan hak politik warga negara, di bilik suara.
Selain di bilik suara, PNS tidak boleh melibatkan diri secara langsung atau tak langsung, sengaja atau tak sengaja, dalam seluruh bentuk keberpihakan PNS kepada peserta pemilu.
Konsisten dengannya, setiap PNS tidak dibenarkan oleh hukum untuk menjadi tim sukses atau tim kampanye yang mana pun. PNS pun dilarang ikut dalam kampanye pemilu, baik pemilu legesIatif maupun pemilihan presiden.
PNS juga tidak diizinkan mempengaruhi warga masyarakat untuk memilih, atau tidak memilih parpol atau perorangan peserta pemilu legislatif, sebagaimana tidak juga diperkenankan menonjolkan kelebihan caleg tertentu, sembari menjelek-jelekkan pasangan calon lainnya.
Kejahatan Politik
Sikap netral PNS dalam Pemilu mendatang, merupakan prasyarat mutlak berlangsungnya pemilihan umum yang bersifat luber dan jurdil. Sebab, kalau ada PNS yang bersikap tidak netral, apalagi sampai terang-terangan berpihak kepada Caleg tertentu, maka penggunaan fasilitas negara di bawah kendali kekuasaannya, dapat terarah (secara prioritas) bagi pemenangan caleg atau parpol tertentu.

OFF THE RECORD = MASIH PERCAYA PEMILU ??


Budi Usman,Ketua Presedium Bakor Pantura Kab Tangerang

Sampeyan masih percaya Pemilu 2009 nanti akan menghasilkan perubahan? Saya masih sangat percaya, hehehehe :grin: Buat apa buang-buang dhuwit kalau tak menghasilkan apa-apa? Perubahan macam apa? Nah, itu menjadi pertanyaan penting yang perlu dijawab?

Kalau kita melakukan kilas balik sejenak, negeri kita sebenarnya sudah sangat kenyang pengalaman soal berdemokrasi. Namun, banyak pengamat mengatakan bahwa kita masih baru belajar berdemokrasi. Wew… kapan lulusnya, yak? Kok kalah sama orang-orang ndesa yang tinggal di pelosok-pelosok dusun. Mereka sudah sangat paham bagaimana melakukan praktik demokrasi secara benar. Mereka (hampir) tidak pernah salah memilih lurah yang bakal jadi sang pemimpin karena jelas track-record-nya.

Kalau memilih anggota dewan? Hah? Kita seperti memilih kucing dalam karung yang dibungkus rapat-rapat. Warna bulunya pun tak jelas. Namun, kita dipaksa harus memilih, kecuali mereka yang memilih untuk tidak memilih alias golput. Bisa jadi, Pemilu yang digelar selama ini selalu saja menyajikan ”kucing-kucing” yang tak jelas warna bulunya. Tak heran kalau kucing yang berhasil keluar dari karung justru banyak yang rakus dan suka menilap dendeng milik simpanan majikannya. Loh, memang siapa majikannya? Lha ya rakyat! Rakyat itu dalam paradigma *halah* kekuasaan adalah pemilik kedaulatan. Karena terlalu repot, mereka menyerahkan semua aspirasi dan keinginannya lewat wakil-wakilnya. Nah, para wakil rakyat itulah yang diberi amanat untuk menyampaikan harapan dan mimpi agar bisa hidup lebih sejahtera; gampang cari kerja, punya daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari-hari, bisa keluar dari kubangan lumpur kemiskinan, atau bisa menikmati pendidikan murah.

Namun, agaknya banyak ”majikan” yang kecewa lantaran ulah wakil-wakilnya yang serakah dan bermental korup. Fasilitas gaji dan tunjangan bulanan yang sudah bisa untuk hidup mapan belum cukup membuat mereka merasa nyaman. Mereka masih berambisi untuk jadi OKB alias Orang Kaya Baru; menjadi kaum borjuis bergaya feodal. Mereka tak segan-segan cari ”jalan tikus” agar gampang menghilangkan jejak. Bahkan, jika perlu menggunakan cara-cara magis untuk bisa kaya secara instan.

Gedung dewan pun tak ubahnya ladang perburuan gengsi dan kekayaan. Muncullah istilah koboi-koboi Senayan. Mereka mendadak berubah menjadi selebritis politik yang dipuja para pemburu kesesatan. Para pengusaha yang ingin mulus berbisnis mesti menjalin negosiasi dan kongkalingkong dengan para koboi itu. Para birokrat yang ingin memuluskan agenda dan program ”basah” mesti ”njawil” dengan sang koboi. Para pengusaha hiburan mesti bermurah hati menyediakan fasilitas serba mewah lengkap dengan selimut ”hidup”-nya yang hangat agar usahanya tak kena ”semprit”. Paradigmanya pun dibalik. Mereka yang seharusnya mewakili dan melayani sang ”majikan”, mendadak sontak minta dilayani. Itulah perubahan yang kita rasakan selama ini, hehehehe :grin: Rakyat begitu gampang dilupakan. Janji-janji manis yang bertaburan di atas mimbar kampanye hanya membentur tembok retorika dan slogan belaka. Agaknya, periode 5 tahun belum cukup memuaskan dan memanjakan naluri ”kebrengsekan” purbanya.

Siklus 5 tahunan itu kembali akan digelar. Jika tak ada aral melintang, 9 April 2009 nanti bangsa kita akan kembali memilih ”kucing dalam karung”, eh, maksudnya memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR/DPRD dan DPD. Kini, gaungnya sudah mulai terdengar. Aroma kampanye sudah bertaburan di sudut-sudut kampung. Sebentar lagi, kita akan menyaksikan para calon wakil rakyat saling berlomba pidato, menaburkan retorika, dan menyebarkan janji-janji. Mereka mendadak jadi ”sok akrab” dengan rakyat. Bahkan, tak jarang yang memaksakan diri jadi dermawan. Seper-sekian pundi-pundinya diambil sebagai modal mendekati rakyat. Namun, jangan lupa, mereka sudah sangat piawai menyusun taktik dan strategi menjalankan ”bisnis” politik. Sungguh konyol mengeluarkan modal hanya sekadar untuk menjadi seorang dermawan. Pengalaman menjadi petualang politik dengan dukungan naluri ”kelicikan” sudah cukup menjadi modal untuk bermain akrobat di atas panggung.

Meski demikian, saya juga percaya, masih ada beberapa anggota dewan yang memiliki wisdom dan kearifan. Mereka benar-benar memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya sehingga tak berani main-main dan spekulasi. Mereka tak mau larut dalam kubangan lumpur kesesatan dan kenistaan. Ada amanat yang mesti diembannya. Mereka tak dilarang menjadi kaya, tetapi semata-mata itu buah dari perjuangan dan keringatnya dalam menghadirkan sosok rakyat pada setiap jengkal keputusan dan kebijakan yang diambil. Mereka inilah sosok anggota dewan yang selalu ”tapa ngrame”, hidup berbaur dengan rakyat yang diwakilinya, visioner, dan berusaha menghadirkan ”syurga” buat ”majikan”-nya.

Kalau sudah begini, masihkah Sampeyan tidak percaya kalau Pemilu 2009 akan membawa perubahan? ***

Senin, 16 Maret 2009

RESUME


BERHARAP KEPADA CALEG MUDA

Oleh Budi Usman, Ketua Presedium Bakor Tangerang Utara
Tinggal Di Teluknaga Kab.Tangerang

Satu hal yang menjadi ganjalan juga lemahnya kemandirian caleg-caleg muda.Sebagian dari mereka bukankah kader partai politik yang berkeringat. Mereka tidak cukup memiliki kontribusi berarti bagi partai politik untuk bersaing secara sehat. Mereka masuk menjadi calon wakil rakyat karena pengaruh kuat keluarga atau orang tua. Mereka bagian dari caleg AMPIBI; anak, mantu, ponakan, istri, bibi dan ipar. Caleg muda semacam ini mem-by-pass kader-kader partai politik “berkeringat” yang bekerja keras membesarkan partai politik.
Maka kita bisa menyaksikan di berbagai media kampanye mereka mencantolkan dirinya dengan orang tua atau kerabatnya. Caleg semacam ini tak punya cukup kepercayaan diri atau merasa tidak cukup dikenal oleh publik. Jangan-jangan mereka tak memiliki cukup kompetensi atau prestasi untuk mengatakan inilah saya, dan bukan inilah bapak atau ibu saya.


PEMEKARAN daerah pemilihan (dapil) di Banten berpotensi mengubah konfigurasi perolehan kursi partai politik dalam Pemilu 2009. Pada Pemilu 2004, Banten hanya terdiri dari dua dapil. Pemilu 2009 menjadi tiga dapil. Dapil Banten III meliputi Kota dan Kabupaten Tangerang dengan alokasi 10 kursi DPR. Pada Pemilu 2004, wilayah ini masuk dapil Banten II dengan 11 kursi. Ketika itu, Golkar, PDIP, dan PKS masing-masing meraih dua kursi. PPP, PD, PAN, PKB, dan PBR masing-masing mendapat satu kursi.

Perolehan kursi di dua dapil Banten pada 2004, Golkar teratas dengan meraih lima kursi. Posisi kedua ditempati PDIP dengan empat kursi. PKS di posisi ketiga dengan tiga kursi. Selanjutnya PPP, PD, PAN, dan PKB masing-masing kebagian dua kursi. PBR dan PBB masing-masing mendapat satu kursi. Total kursi yang dialokasikan di provinsi pecahan Jawa Barat itu pada Pemilu 2004 sebanyak 22.Sama dengan alokasi kursi untuk Pemilu 2009. Hanya saja, alokasi kursi itu dibagi ke tiga dapil, yakni banten I 6 kursi, Banten II 6 kursi, dan Banten III 10 kursi. Dapil ini memiliki sekitar 3,8 juta pemilih. Perilaku pemilih di daerah ini tergolong unik karena Partai Buruh tidak mendapat perolehan suara signifikan. Padahal, daerah ini memiliki sejumlah kawasan industri dan dihuni kaum buruh. Etnis asli Tangerang adalah Sunda.

Dari caleg muda model inilah kemudian harapan akan lahirnya kebijakan cerdas, kritis, bernas dan pro rakyat dari parlemen daerah maupun pusat sirna. Jika mereka menjadi anggota DPR/D karena uang dan pengaruh keluarga dan bukan kapasitas dirina, maka begitu juga ketika mereka menjadi anggota legislatif.
Mereka tidak menjadi wakil rakyat, tapi wakil keluarga. Yang akan muncul bukanlah kebijakan pro rakyat, tapi pro keluarga. Bagaimana mengamankan proyek “milik” keluarga atau mendorong anggota keluarga yang lain untuk menguasai jabatan politik lain.



Sejak menjadi kota satelit Jakarta, kawasan dapil Kota/Kabupaten Tangerang ini berubah menjadi lokasi yang dihuni para pendatang dengan beragam etnis dan agama. Hanya 36 parpol nasional yang akan bertarung di Banten III karena dua parpol yakni PPIB dan PPDI tidak mengajukan caleg.Partai Bulan Bintang yang terkenal dengan jargon Syariat Islamnya mengusung Ketua DPW PBB Banten Beuty Nasir sebagai Caleg nomor pertama.Partai Golkar mengandalkan kader muda seperti Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain pada nomor urut satu.
PPP menempatkan Irgan Chairul Mahfiz, Sekjen DPP PPP, di nomor urut pertama. Partai Demokrat mengandalkan Hartanto Edhie Wibowo.PAN menempatkan Muhammad Ali Taher Parasong pada urutan pertama dan Yasmin Muntaz, mantan presenter Antv , di urutan empat. PKS mengusung Yoyoh Yusroh sebagai caleg perempuan nomor urut pertama. Urutan kedua Jazuli Juwaini, anggota Komisi II DPR.
pakar politik UI Boni Hargens menilai pemilih di Tangerang merupakan pemilih transisi dari tradisional ke rasional.

Secara pribadi, saya optimis kepada Caleg-caleg muda dari Dapil Kota dan Kabupaten Tangerang yang berani maju dan mungkin mampu mengulang sejarah gemilang pemuda di era pra kemerdekaan dan mengukir sejarah baru bagi masyarakat daerah karena beberapa hal.
Pertama, meskipun caleg-caleg muda bisa dibilang masih belia dalam tataran dinamika politik lokal, namun ketika melihat semangat muda dan keluhuran ideologi perubahannya saya sangat yakin caleg-caleg muda terpilih nanti bisa mengobarkan spirit perbaikan nasib rakyat dan daerahnya menuju kesadaran kolektif kaum muda .
Kedua, komitmen para pemudanya yang tidak ingin bergantung pada siapapun (kecuali pada pemuda itu sendiri yang mempunyai kepedulian bersama untuk membenahi negeri ini lebih baik). Mereka mengusung suatu gerakan alternatif dengan memilih berafiliasi dalam partai politik yang meskipun mereka belum matang sebagai kader partai-partai politik pengusung calon. Namun disisi lain paling tidak cara ini, mengutip Teori Michael Foucault, Politik Demagogik yaitu taktik politik secara halus memasuki wilayah politik kekuasaan adalah suatu jalan perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat ditengah kegamangan kondisi politik lokal maupun nasional.
Ketiga, masifnya dukungan massa rakyat daerah yang percaya pada kualitas pemuda masa kini yang terpelajar, merakyat dan memiliki basic kompetensi intelektual yang meskipun belum teruji. Namun keyakinan dan dukungan itu adalah modal politik, sekaligus bisa diibaratkan amanat suci orang tua kepada anaknya tercinta yang harus diperjuangkan bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat daerah. Inilah poin penting sekaligus menjadi peta kekuatan caleg-caleg muda yang harus tetap terjaga ke depannya guna mewujudkan mimpinya melihat masyarakat dan daerah sejahtera dalam arti yang substansial.


Maka, muda cuma sekedar label yang menjelaskan usia, bukan lagi harapan akan hadirnya masa depan bangsa yang lebih baik. Muda sudah kehilangan makna semangat, kritis, independen ataupun idealisme. Tentu saja tak semua caleg muda mewakili gambaran dalam tulisan ini. Mengujinya cukup gampang, undang mereka, ajak diskusi dan tanya pemahaman dan kemampuan mereka memberi solusi atas berbagai persoalan masyarakat. Jika mereka cukup peka terhadap persoalan masyarakat dan mampu memberikan solusi, jangan-jangan mereka memang pemuda harapan bangsa. Namun jika takut berdisksui dan hanya mampu membangun citra lewat poster, foto dan bagi-bagi sembako, mereka pasti caleg yang bias kita sebut istilah “membeli kucing dalam karung”.
Pemuda harapan bangsa, pemuda pemilik masa depan" atau "pemuda harus dibina"dan sebagainya. Adalah hak pemuda untuk jujur kepada dirinya dan kepada cita-citanya.Itulah petikan pidato inaugurasi Max Weber, si sarjana besar yang dengan sadar terlibat dalam masalah aktual negerinya. Tak jauh dari itu, kini trend politisi muda juga jadi incaran parpol untuk merekrut 30-60 persen caleg muda dalam babak baru sejarah politik Indonesia. Alasan utama parpol merekrut caleg muda adalah karena mereka memberikan beberapa keuntungan, seperti dinamika,kegairahan, dan cita-cita. Di mana tempat sejarah pemuda berada dalam usaha rekrutmen parpol? Apakah perjuangannya nanti mencapai hasil seperti generasi terdahulu atau malah keturunannya tidak mengakui sebagai nenek moyang? ***

INTAN NURUL HIKMAH



NAMA : INTAN NURUL HIKMAH

TTL : TANGERANG, 31 MARET 1976

HOBBY : MEMBACA, NONTON, BERORGANISASI



PENDIDIKAN :
- SDN XIII TANGERANG
- SMPN 1 TANGERANG
- SMAN 2 TANGERANG
- DIPLOMA OF INTERNATIONAL TRADE (RMIT MELBOURNE)
- BACHELOR OF BUSINESS ADMINISTRATION (CQU MELBOURNE)
KARIR POLITIK

- WK BENDAHARA DPD PARTAI GOLKAR KAB TANGERANG
- WK KETUA KOMISI C BIDANG ANGGARAN DPRD KAB TANGERANG
PERIODE 2005 - 2007
- KETUA KOMISI A BIDANG PEMERINTAHAN DPRD KAB TANGERANG
PERIODE 2007-2009
ORGANISASI:

- WK. KETUA 3 PMI KAB TANGERANG

- WK KETUA HARIAN CABANG OLAHRAGA SOFTBALL

- BENDAHARA GOW (GABUNGAN ORGANISASI WANITA) KAB TANGERANG

- KETUA PAGUYUBAN KANG NONG KAB TANGERANG


PERSPEKTIF INTAN NURUL HIKMAH

Menjelang pesta demokrasi tahun 2009 yang tidak lama lagi akan kita hadapi, sudah banyak calon - calon legislatif dari berbagai latar belakang, baik latar belakang pendidikan maupun profesi yang mulai mempromosikan dirinya. Medianyapun bermacam-macam baik itu sosialisasi langsung kepada masyarakat, melalui spanduk, poster atau baliho, media massa seperti koran dan media yang bebasis internet.
Sebagai calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tangerang, Daerah Pemilihan I (Kecamatan Jambe, Kecamatan Tigaraksa, Kecamatan Balaraja, Kecamatan Sukamulya, Kecamatan Kresek, Kecamatan Gunung Kaler, Kecamataan Jayanti, Kecamatan Cisoka, dan Kecamatan Solear) melalui Partai Golongan Karya, dengan memanfaatkan media blog ini sebagai salah satu upaya untuk mensosialisasikan visi, misi serta program – program baik itu selama saya menduduki kursi anggota dewan saat ini hingga kedepan nanti.

Sebagai wakil rakyat dan sekaligus sebagai wakil dari kaum wanita dan kaum muda, saya turut perduli dan aktif di berbagai kegiatan sosial dan kepemudaan, hal ini membuat saya ikut terlibat dalam organisasi sosial dan kepemudaan, seperti Palang Merah Indonesia Kabupaten Tangerang dimana saya adalah Wakil Ketua 3 Bidang Pengkaderan dan Kepemudaan, Gabungan Organisasi Wanita yang merupakan organisasi pemberdaayaan wanita di Kabupaten Tangerang dimana posisi saya adalah sebagai Bendahara pada organisasi tersebut. Di bidang kepemudaan, saya ikut serta dalam Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Tangerang sebagai Ketua Harian Pengurus Cabang Olahraga Softball. Untuk mencari potensi dan memberdayakan pemuda di Kabupaten Tangerang saya ikut terlibat sebagai Pembina KangNong sejak tahun 2007 hingga saat ini.

Tidak dapat dikatakan ringan tugas seorang anggota Dewan, apalagi saya sebagai seorang perempuan, sebagai seorang istri dan ibu dari kedua anak saya. Namun kecintaan saya terhadap Kabupaten Tangerang dan niat untuk membangun Kabupaten Tangerang yang sangat besar dapat dipahami oleh seluruh keluarga. Ditengah-tengah kesibukan sebagai anggota Dewan saya berusaha meluangkan waktu untuk keluarga sehingga kewajiban saya sebagai ibu rumah tangga tidak terabaikan.

Saat ini para calon legislatif sudah mulai turun dan melakukan sosialisasi, begitupun saya namun kewajiban sebagai anggota Dewan dan Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan tidak sertamerta saya tinggalkan, agenda-agenda kerja dan kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggungjawab saya tetap laksanakan, sehingga saya ingin memanfaatkan seluruh media termasuk media blog ini sebagai salah satu media sosialisasi, komunikasi dan edukasi bagi masyarakat untuk tidak tertinggal dalam pemanfaatan Teknologi Informasi.

Anggapan remeh bahwa kaum wanita dan kaum muda tidak mampu berkiprah dalam pembangunan di jalur politik berusaha saya tepiskan dengan apa yang telah saya perbuat hingga saat ini. Pengabdian saya merupakan ketulusan saya untuk membangun Kabupaten Tangerang lebih maju. Masih banyak hal yang harus dilakukan, untuk itu saya berniat untuk melanjutkan perjuangan ini dan ikut serta dalam pemilihan legislatif dengan kepercayaan yang diamanahkan masyarakat Kabupaten Tangerang, Kalau yang lain masih memberikan janji, saya telah memberikan bukti***

Jumat, 13 Maret 2009

POLRI NETRAL !!!



Bugiakso Serukan Polri Netral pada Pemilu 2009

Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP) Bugiakso menyerukan, agar Polri tetap menjaga netralitas pada pelaksanaan pemilu 2009.

"Netralitas tersebut harus tetap dijaga pada saat pemilu legislatif maupun pemilu predisen," kata Bugiakso kepada pers seusai menghadiri HUT KBPPP di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Minggu.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kalangan keluarga besar Polri tetap berkewajiban menjaga netralitas tersebut.

"Kendati anggota KBPP yang menjadi caleg sebanyak 4.800 orang dari berbagai partai politik se-Indonesia, namun anggota KBPPP harus tetap menjaga kesatuan NKR," ujarnya.

Menurut ketua umum Jenderal Soedirman Center (JSC) itu, anggota KBPPP berhak menjaga kesatuan bangsa Indonesia dan pantang untuk menggunakan fasilitas Polri untuk berkampanye dalam Pemilu 2009.

"Saya mengimbau kepada anggota KBPPP agar tidak menggunakan fasilitas Polri untuk kepentingan politik. Fasilitas Polri hanya boleh di pergunakan untuk melayani masyarakat," katanya.

Bugiakso yang akan maju sebagai bakal capers ke pilpres mendatang dengan "berkendaraan" tujuh partai politik yang sudah mendukungnya. Tujuh parpol tersebut adalah Partai Pelopor, Partai Kedaulatan, Partai Buruh, Partai Sarikat Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera (PIS) dan Partai Persatuan Nahdatul Ummah Indonesia (PPNUI).

Dalam HUT KBPPP tersebut juga dilakukan aksi sosial kepada masyarakat di sepanjang jalan Sudiman - Thamrin Jakarta dengan membagikan 500 bunga dan 1.000 boks nasi kepada para pedagang kaki lima, polisi dan para pengamen jalanan.
Bugiakso mengimbau kepada anggota Polri agar tetap melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.(*)
COPYRIGHT © 2009 ANTARA
PubDate: 01/03/09 17:02

Kamis, 12 Maret 2009

Minggu, 08 Maret 2009

MUKADIMAH

Assalamualaikum....
Salam Damai... Selamat datang di blog pribadiku yang mungkin masih jauh dari impian. Sekedar mengumpulkan huruf demi huruf, kata demi kata yang terangkai dalam sebuah kalimat lantas dirangkum dalam paragraf dan pada akhirnya diikat dalam sebuah gagasan yang tentunya bersifat pribadi. Terima kasih sebelum dan sesudahnya atas kesediaannya berselancar ke ranah mayaku ini... selamat membaca.
Wassalamualaikum Wr Wb