Minggu, 26 April 2009

MIMPI MEMBANGUN KABUPATEN TANGERANG.




MIMPI MEMBANGUN KABUPATEN TANGERANG
Oleh : Budi Usman , Penggiat dan Direktur Eksekutif komunike Tangerang Utara (www.budiusman.blogspot.com)


BAGI sebuah daerah kabupaten seperti halnya Kabupaten Tangerang yang dipimpin oleh Bupati Ismet Iskandar dan Rano Karno , urgensi menjamin dan menciptakan kesejahteraan sosial dan keamanan warga adalah hakikat dari sebuah cita-cita . Parameter kesejahteraan dan keamanan sebuah daerah atau sebuah komunitas tersebut setidaknya dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain, (1) tingkat pendapatan masyarakat, (2) prasarana ekonomi, (3) prasarana sosial, (4) struktur kegiatan ekonomi, (5) dan tingkat pengganguran. Untuk konteks pembangunan di daerah dewasa ini, harus diakui bahwa tingkat intervensi pemerintah daerah sampai hari ini masih belum optimal terutama ‘kesenjangan” antara wilayah .
Kalaupun ada kebijakan-kebijakan pembangunan acapkali lebih terasa di daerah-daerah tertentu yang secara sosial ekonomi telah memperlihatkan kondisi yang baik. Hal ini justru mengakibatkan terjadinya ketimpangan sosial dan kemiskinan yang secara nyata telah menciptakan garis demarkasi antara daerah kaya dan daerah miskin.

Tugas utama pemerintahan daerah adalah memfasilitasi tumbuhnya ide-ide kreatif, inovatif dari masyarakat tersebut. Sayangnya untuk konteks kabupaten Tangerang, otonomi daerah hanya diperlakukan sebagai intergovernmental relations ketimbang relasi antara masyarakat dan pemerintah. Hal ini pada kenyataannya berakibat terabaikannya kepentingan-kepentingan yang muncul dari arus bawah masyarakat. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah belum cukup memberikan jaminan kuatnya posisi tawar rakyat ketika berhadapan dengan Pemda.
Tujuan utama dari pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Beragam usaha dari berbagai sektor terus dikembangkan dalam usaha pencapaian tujuan tersebut. Meskipun penegasan pembangunan adalah pembangunan partisipatif (participatory) yang harus melibatkan seluruh elemen masyarakat sering dikumandangkan semenjak masa pemerintahan Orde Baru, tetapi kenyataannya anggota masyarakat belum sepenuhnya menjadi partisipan aktif pembangunan. Padahal, partisipasi masyarakat yang dikehendaki meliputi participatory continuum

Pemerintah Kabupaten Tangerang memang berupaya memperbaiki jalan seperti di pantura ,Tangerang barat dan Tangerang tengah ini dengan betonisasi. Namun, proyek betonisasi itu baru dikerjakan di sejumlah ruas mulai dari Kronjo hingga Mauk. Itu pun baru separuh jalan. Jalan yang dibeton itu mulai dari Kosambi, Teluk Naga, Pakuhaji, Cituis, Sukadiri dan dikerjakan sejak medio 2006 hingga 2009 ini. Biayanya memang mahal, Rp 125 miliar. Pemkab Tangerang meminjam dana ini dari Bank Jabar. Jika jalan lingkar utara ini rampung, dampaknya pada investasi serta pembangunan industri. Belum lagi Jalan lingkar selatan (JLU) yang menghubungkan Tigaraksa dan kecamatan Cisauk.

Sebagai pembelanja besar, sangat logis bila posisi Pemerintah Daerah sangat kuat di hadapan penyedia barang/jasa seperti supplier, kontraktor, dan konsultan. Dengan total belanja lebih dari 1 Trilyun, Pemerintah Daerah menjadi pasar yang sangat menggiurkan bagi penyedia barang dan jasa tersebut. Kita dapat mengupamakan sebuah Super Market besar di hadapan supplier-supplier kecil. Tentu sang Super Market dapat menerapkan standard kualitas cukup tinggi dengan harga yang kompetitif. Supplier kecil akan berkompetisi, berupaya dengan segenap daya untuk mendapatkan order dari Super Market besar tadi.
Namun secara empiris ada fenomena yang mengherankan dalam belanja Pemerintah Daerah ini.

Walaupun berbelanja lebih banyak dari grosir kertas umpamanya, harga kertas yang diperoleh Pemerintah Daerah jauh lebih mahal daripada harga yang ada di super market biasa. Mungkin pajak sering dituding sebagai faktor yang menaikkan harga tersebut, namun sayang argumen ini terlalu mudah untuk dipatahkan. Dalam transaksi dengan Pemerintah Daerah, pajak penghasilan penyedia barang/jasa dan kewajiban administratif PPN berkaitan dengan transaksi tersebut memang telah ditunaikan. Tidak ada tambahan beban pajak bagi penyedia barang/jasa dalam transaksi ini, kecuali apabila biasanya mereka memang tidak menunaikan kewajiban pajaknya dengan benar. Mengamankan segenap kewajiban pajak dalam transaksi pengadaan barang/jasa publik memang merupakan kebijakan umum Pemerintah. Lalu, mengapa pula belanja Pemerintah Daerah mesti lebih mahal dibandingkan misalnya belanja serupa yang kita lakukan untuk keluarga atau perusahaan kita???

Menurut Adnan Topo Husodo dari ICW , “bila kita menengok Keppres 80 tahun 2003 yang ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 3 November 2003, kita akan menemukan pedoman yang baik dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah”. Filosofi pengadaan barang/jasa pemerintah disebutkan dalam poin menimbang yang diperkuat pada bagian maksud dan tujuan yaitu; agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.

Keppres 80 /2003 ini juga menjelaskan lebih lanjut makna yang terkandung dalam filosofi di atas. Pada bagian ketiga yang menjelaskan tentang Prinsip Dasar, pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
• efisien: berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan;
• efektif: berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
• terbuka dan bersaing; berarti pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan.
• transparan; berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;
• adil/tidak diskriminatif; berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan pada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan apapun;
• akuntabel; berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan, maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan baramg/jasa.
Dalam suatu diskusi dengan masyarakat, penulis mendapati keluhan umum tentang rendahnya kualitas jalan-jalan kita. Ada aduan yang mengatakan jalan yang kita bangun hanya kuat tiga bulan, bahkan ada pengakuan pejabat dinas yang menyatakan jalan hanya kuat bertahan satu bulan. Lebih parah lagi ada aduan masyarakat yang menyatakan jalan di lingkungannya hanya tahan satu minggu setelah diperbaiki Pemerintah Daerah. Fenomena umum ini jelas tidak merefleksikan Akuntabilitas yang menjadi salah satu prinsip dasar pengadaan barang/jasa.
Tidak akuntabelnya hasil pembangunan ini mengindikasikan penyimpangan prinsip-prinsip dasar di atasnya. Sudah adilkah dan tidak diskriminatifkah penyelenggaraan lelang kita? Sudah transparan, terbuka, dan bersaingkah pelaksanaan lelang kita? Sudah efisien dan efektifkah lelang kita? Bila melihat hasil pembangunan jalan-jalan kita, sangat mungkin banyak yang tidak-tidak atau yang bukan-bukan dalam pelaksanaan lelang pembangunan jalan-jalan tersebut.

Dan apabila terhadap pembangunan jalan-jalan yang kasat mata dan terasa nyata saja banyak yang tidak-tidak dan bukan-bukan, sangat boleh jadi secara umum banyak pula yang tidak-tidak dan bukan-bukan dalam proses pengadaan barang/jasa kita. Conflict of interest yang terjadi juga perlu dicermati. Hal ini setidaknya terefleksi pada kelu lidahnya pejabat untuk menegur penyedia barang/jasa pemerintah yang kebetulan adalah kerabat yang bersangkutan. Dalam situasi seperti ini jargon tahun kualitas yang digadang-gadangkan Ismet Iskandar bersama kabinetnya terancam dan hanya lip service serta mimpin saja dan akan tinggal kandas.***

Rabu, 22 April 2009

APBD TANGSEL 2010 HARUS 20 %


Arif Wahyudi ( Wakil ketua DPRD Kab Tangerang)

SERPONG-Pemkot Tangerang Selatan memprediksi APBD Kota Tangsel pada tahun 2010 mencapai Rp 700 miliar.
Hal ini memungkinkan jika melihat potensi daerah yang ada di kota ini masih banyak yang belum dikembangkan secara maksimal.
Menurut Penjabat Walikota Tangerang Selatan HM Shaleh MT, pada tahun 2008 lalu, dari tujuh kecamatan di Kota Tangsel, mereka bisa menyumbang Rp 500 miliar untk APBD Kabupaten Tangerang. Dengan demikian, untuk tahun 2010, ia optimistis APBD Kota Tangsel mencapai Rp 700 miliar.

Apabila Jumlah itu terealisasi, kata Shaleh, maka dampaknya pembangunan Kota Tangsel akan lebih pesat. Pasalnya, saat masih bergabung dengan Kabupaten Tangerang porsi anggaran yang diberikan ke tujuh kecamatan hanya Rp 121 miliar. “Kalau APBD Rp 700 miliar, jika dibagi rata setiap kecamatan akan mendapatkan Rp 100 miliar. Mereka bisa membangun apa saja tergantung kebutuhan yang diperlukan,” ujar Shaleh, pekan lalu.

Shaleh memaparkan, anggaran yang dimiliki Kota Tangsel pada tahun 2009 ini untuk menjalani roda pemerintahan hanya Rp 162 miliar. Anggaran itu berasal dari dana bagi hasil pajak Rp 127 miliar, dana spesifik grant atau bantuan sektor pendidikan dari Pemprov Banten sebesar Rp 15 miliar, hibah dari Pemprov Banten Rp 5 miliar, dan hibah dari Kabupaten Tangerang Rp 15 miliar.
Dengan anggaran yang ada itu, kata Shaleh belum mencukupi untuk membiayai 33 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Tangsel. Maka dari itu, setiap SKPD harus bisa menghemat anggaran yang didapatkan dengan membuat perencanaan sebaik-baiknya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Arif Wahyudi mengatakan, ada tiga misi yang harus diemban pemerintahan otonom baru ini. Ketiga misi itu adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan infrastruktur, dan meningkatkan daya saing daerah. Untuk mewujudkan ketiga misi itu, kata Arif, maka pemerintah harus betul-betul mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan rakyat.
“Misalnya untuk pendidikan, kami hanya menitipkan pesan jika APBD Tangsel tahun 2010 setidaknya 20 persen dialokasikan untuk bidang pendidikan,”katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kota Tangsel Hasdanil menambahkan, Pemkot Tangsel memprioritaskan 6 sektor yang akan didahulukan dalam pembangunan. Keenam sektor tersebut adalah, pemerintahan, insfrastuktur, kesehatan, pendidikan, rehabilitasi Situ Gintung, dan kesejahteraan masyarakat. (ang)

Radarbanten.com, 4 Mei 2009

Situ Gintung Tetap 21 Hektar



Kamis, 23-April-2009, 07:45:44
Usulan Gubernur Banten Kandas


CIPUTAT TIMUR-Usulan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah soal pengurangan luas lahan Situ Gintung tampaknya bakal kandas. Pasalnya, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departeman Pekerjaan Umum (DPU) masih tetap mempertahankan keberadaan Situ Gintung dan tidak akan mengurangi luasnya dari 21 hektar menjadi 10 hektar.
Menurut Dirjen Cipta Karya DPU Budi Yuwono saat mendampingi Komisi V DPR mengunjungi lokasi pengungsian Wisma Kerta Mukti I, tidak ada yang berubah dengan Situ Gintung. Kalaupun ada, paling hanya sebatas fungsi yaitu sebagai pengendali banjir dan konservasi.

“Dengan adanya dua fungsi tersebut, kondisi Situ Gintung tidak akan mengalami perubahan yang drastis,” kata Budi Yuwono, Rabu (22/4).
Selain dua fungsi tadi, kedalaman air Situ Gintung kata Budi juga akan dikurangi. Setelah kedalaman airnya dikurangi otomatis akan terdapat areal lahan sisa dari penurunan tinggi air permukaan Situ Gintung. Areal sisa itulah yang akan dijadikan sebagai lahan hutan kota.

“Saya berharap dengan adanya taman kota itu dapat berfungsi sebagai konservasi situ,”ungkapnya.
Menurut Budi, saat ini pihaknya tengah merencanakan memperbaiki tanggul situ yang jebol. Rencananya pembangunan tanggul Situ Gintung bakal dibangun dengan konsep mix (campuran) antara beton dan tanah. Konsep pembuatan pintu tanggul itu kata dia, sudah memenuhi standar.
“Bahkan sebelumnya tanggul dibangun dengan menggunakan tanah murni. Kondisinya juga sudah cukup kuat,”kata dia.
Kemudian untuk masalah saluran pembuangan, Budi mengatakan pintu pembuangan air akan dibuat naik turun. Itu berguna sebagai pengatur lalu lintas air dan pengendali banjir.

Lebih jauh dia menerangkan untuk perbaikan tanggul Situ Gintung saat ini sudah memasuki pada tahap desain. Sedangkan pengerjaan fisiknya bakal dilakukan dalam waktu dekat ini.
“Kita ingin secepatnya pembangunan dilakukan dan selesai. Karena sedikit lagi akan memasuki musim kemarau. Makanya, kita harus segera siap supaya saat hujan sudah bisa menampung air,” papar Budi tanpa menyebut target penyelesaian pembangunan tanggul tersebut. (ang)

Selasa, 21 April 2009

ANTI KORUPSI



APBD UNTUK RAKYAT
Oleh : Budi Usman,Ketua Presedium Bakor Tangerang Utara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tangerang tahun 2009 ditetapkan sebesar Rp 2,068 triliun. Dari jumlah ini, sekitar Rp 1,789 triliun merupakan pendapatan sehingga defisit anggaran di wilayah berpenduduk sekitar 3,5 juta jiwa ini sekitar Rp 278 miliar. Menurut anggota Panitia Anggaran DPRD Kabupaten Tangerang Barhum HS dari Fraksi PDIP dalam APBD 2009 ini, pendapatan asli daerah mencapai Rp 312 miliar, dengan rincian pos pajak daerah sebesar Rp 143 miliar, retribusi daerah Rp 62,8 miliar, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan Rp 9,175 miliar, dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 97,254 miliar.

Adapun pendapatan dari dana perimbangan sebesar Rp 1,194 miliar, terdiri atas bagi hasil pajak/hasil bukan pajak sebesar Rp 289 miliar, Dana Alokasi Umum sebesar Rp 885,236 miliar, dan Dana Alokasi Khusus sebesar Rp 49,765 miliar.
Kemudian, lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 282,623 miliar, antara lain berasal dari hibah Rp 5 miliar, dana darurat Rp 3 miliar, bagi hasil pajak provinsi Rp 254,623 miliar, dan bantuan keuangan dari provinsi dan pemerintah daerah lain sebesar Rp 20 miliar.Dijelaskan pula besaran penyertaan modal bagi BUMD di Kabupaten Tangerang yakni sebesar Rp 22 miliar. “Di APBD 2009 ini, PAD dari sektor pajak dan retribusi daerah mengalami kenaikan sebesar lima persen.

Sejumlah persoalan di tahun 2009 masih menjadi masalah yang mengadang di wilayah Kota dan Kabupaten Tangerang. Mulai dari jalan rusak hingga beras untuk keluarga miskin (raskin) harus menjadi perhatian serius.Di Kabupaten Tangerang, beragam persoalan yang muncul juga tidak kalah peliknya, seperti jumlah warga miskin yang kini mencapai 245.000 keluarga. Selain itu, banyaknya pengangguran memicu tindak kriminal serta aksi anarki warga, seperti yang membakar Kantor Proyek PLTU Banten III.Persoalan lain yang muncul adalah banyaknya infrastruktur jalan yang rusak, bencana banjir yang terjadi setiap tahun, hingga maraknya ulah nakal pejabat yang tega menyelewengkan beras untuk warga tidak mampu.

Bupati Tangerang Ismet Iskandar sebelumnya pernah berjanji akan memprioritaskan lanjutan pembangunan infrastruktur jalan, mulai dari jalan utama hingga jalan lingkungan. Di antara ruas jalan utama yang menjadi prioritas adalah Jalan Raya Sepatan-Mauk dan Jalan Raya Cadas-Mauk.Kedua ruas jalan utama itu menjadi prioritas sebagai faktor menunjang pertumbuhan ekonomi di tiga daerah terkait. Mudah mudahan, tahun 2009 mendatang pembangunan ruas jalan dimaksud sudah rampung.

Implementasi Otonomi Daerah disikapi secara berbeda, disatu pihak menyikapi dengan optimisme sementara di pihak lain menyikapinya dengan pesimisme. Pihak yang optimis beranggapan bahwa otonomi daerah merupakan solusi untuk meningkatkan kemakmuran, kesejahteran, dapat memberdayakan rakyat di daerah bahkan otonomi daerah diyakini sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa serta dipandang sebagai perekat baru bagi persatuan bangsa.

Pihak yang pesimis mempediksikan jika tidak hati-hati era otonomi daerah justru dapat menimbulkan semangat primodialisme kedaerahan yang sempit yang dikhawatirkan berpotensi menyebabkan disintegrasi bangsa, hanya menguntungkan daerah yang kaya dengan sumber daya alam, KKN tidak akan berkurang hanya pindah dari pusat ke daerah, dengan kata lain otonomi daerah hanya akan memakmurkan dan mensejahterahkan sebagian kecil elit lokal di daerah terutama eksekutif dan legislatif, sementara rakyat daerah tetap saja tidak mendapatkan alokasi dari kekayaan nasional dan daerah.

Padahal fungsi alokasi sangat bergantung pada perumusan kebijakan daerah yang dirumuskan dan ditetapkan oleh Pemda dan DPRD dengan instrumennya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bertitik tolak dari hal tersebut diatas tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sejauhmana alokasi APBD berpihak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat ? Dari jawaban atas persoalan tersebut kita bisa mengetahui apakah benar kebijakan yang dirumuskan oleh DPRD dan Pemda yang tertuang dalam APBD berpihak pada kepentingan dan kebutuhan rakyat atau sebaliknya hanya akan menguntungkan sebagian elit daerah yang berada dikedua lembaga tersebut.


Pemerintah suatu negara pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi yang meliputi antara lain : sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat, pemerataan pembangunan dan fungsi stabilitasi yang meliputi antara lain pertahanan keamanan, perekonomian dan moneter. Fungsi distribusi dan stabilisasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sedangkan fungsi alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Adapun instrumen untuk melaksanakan ketiga fungsi tersebut adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memiliki peranan dan posisi yang strategis dan penting karena APBD merupakan instrumen Kebijakan Daerah yang menjabarkan rencana kerja dan program kerja pemerintah daerah dalam satu tahun. APBD secara teknis umumnya dirumuskan oleh PEMDA dan selanjutnya dibahas di Dewan untuk mendapatkan persetujuan penetapannya. Jadi jelas bahwa dengan mekanisme ini Pemda dan Dewan memiliki peranan yaang menentukan dalam penetapan anggaran, jika rancangan eksekutif tidak disetujui oleh Dewan maka Pemda tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Posisi Dewan yang cenderung lebih kuat menyebabkan pihak eksekutif berusaha dengan segala cara agar program kerjanya disetujui oleh Dewan. Oleh karena itu agar disetujui program kerjanya pihak eksekutif harus pandai melobi dan bernegoisasi dengan pihak eksekutif.


Faktor kewenangan DPRD yang besar dan usaha eksekutif agar program kerjanya disetujui berpotensi menimbulkan praktek KKN di daerah. Misalnya eksekutif cenderung akan membuat suatu kebijakan yang menguntungkan DPRD atau menyetujui apapun usulan DPRD khususnya yang menyangkut anggaran belanja DPRD. Apalagi karena secara teknis operasional dan administratif Pelaksana Anggaran adalah eksekutif, hal inilah yang berpeluang menimbulkan KKN antara pihak legislatif dan eksekutif.

Pemerintah Masa Depan

Keinginan mengubah kepemerintahan yang baik masih menjadi impian. Perubahan politik yang berlangsung selama tujuh tahun ini ternyata tidak berkorelasi dengan terjadinya kemampuan dalam mengelola administrasi pemerintahan yang baik. Perubahan kepemerintahan hanya berbuah struktur, tetapi tidak mengubah perilaku aktor pemerintahan. Oleh sebab itu, perlu merevitalisasikan kapasitas politik (political capacity) pemerintah daerah agar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan berbagai perencanaan kebijakan publik daerah, termasuk kemampuan mereka merumuskan visi, tujuan, dan strategi alternatif yang efektif berdasar pada skala prioritas, bisa melibatkan berbagai pihak (stake holders).

Pemerintah daerah masa depan jelas membutuhkan kemampuan birokrat-birokrat daerah yang inovatif yang bisa memecahkan problema publik dan mampu mengimplementasikan program-program pelayanan publik secara kreatif seraya terus mencari solusi baru secara efisien. Oleh sebab itu, perlu segera meninggalkan tradisi pemerintahan daerah yang tidak terbuka menerima gagasan orang lain dan cenderung dimonopoli birokrasi pemerintah daerah harus dibuang jauh-jauh.

Oleh sebab itu harus diupayakan posisi secara lebih wajar dan dengan kewenangan yang lebih seimbang Prinsipnya harus ada balance of power antara eksekutif dan legislatif terutama dalam hal penyusunan Anggaran Daerah. Posisi yang lebih seimbang antara eksekutif dan eksekutif lebih memungkinkan kedua lembaga ini untuk saling bersinerji, yang satu tidak menjadi subordinansi yang lain sehingga satu sama lain tidak bisa memaksakan kehendak. Prinsip kedua yang harus diimplementasikan dalam pengelolaan anggaran daerah adalah adanya transparansi yang memungkinkan bagi masyarakat untuk ikut mengontrol penyusunan Anggaran Daerah atau dengan kata lain harus ada “ruang publik”. Ruang publik dimaksud harus secara nyata disediakan sehingga masyarakat atau publik memiliki akses untuk ikut serta memberi arah Anggaran Daerah. Jika ketiga pilar tersebut di atas yakni Pemerintah Daerah (eksekutif), DPRD (Legislatif) dan publik masing-masing memiliki peran yang seimbang dan dapat bersinerji satu sama lain maka cita-cita , Insya Allah akan dapat terwujud.***

Kamis, 16 April 2009

WISATA TANJUNG PASIR DITUTUP


Ratusan Pedagang Kehilangan Tempat Usaha
By redaksi
Rabu, 22-April-2009, 07:53:59 27 clicks


Terkait Penutupan
Wisata Tanjung Pasir


TELUKNAGA - Sedikitnya 200 pedagang dan pemilik usaha di kawasan Pantai Tanjung Pasir, bakal kehilangan usahanya. Ini menyusul rencana akan ditutupnya untuk umum kawasan pantai yang berlokasi di Desa Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang itu. Para pedagang dan pemilik usaha mengaku pasrah rencana penutupan pantai yang selama ini dikelola TNI Angkatan Laut (AL).
Salah seorang pedagang Mardiah mengaku tidak mengerti alasan penutupan pantai yang setiap harinya ramai dikunjungi itu. Secara tiba-tiba, petugas dari TNI AL meminta agar para pedagang di kawasan pantai itu membongkar sendiri bangunan tempat usahanya.

“Kami diminta membongkar sendiri bangunan sebelum tanggal satu bulan depan. Kalau nggak, ya bakal dibongkar paksa. Kata orang Angkatan Laut sih mau dijadiin tempat latihan lagi,” kata Mardiah.
Rencana penutupan wisata Pantai Tanjung Pasir itu juga mengancam pendapatan pemilik usaha di luar kawasan itu. Sejumlah pemilik toko kelontong mengaku bakal kehilangan pendapatan jutaan rupiah setiap harinya jika seluruh pedagang dan warung-warung di kawasan pantai ditertibkan.

“Para pedagang pemilik warung sudah menjadi langganan toko saya, seperti beli ikan dan sebagainya,” kata salah seorang pemilik toko kelontong di Desa Tanjung Pasir.
Sementara itu, Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Umum Kecamatan Teluknaga Ilham Lazia membenarkan rencana penutupan lokasi wisata Pantai Tanjung Pasir oleh TNI AL itu. Namun kata Ilham, penutupan itu tidak berkaitan dengan program pemerintah daerah. Menurut Ilham, pemerintah kecamatan sendiri tidak tahu tujuan penutupan tempat wisata itu. “Nggak ada koordinasi dengan kami. Tempat itu memang milik TNI Angkatan Laut. Yang saya tahu, pekan depan harus sudah kosong dari bangunan warung,” kata Ilham.

Untuk diketahui, wisata Pantai Tanjung Pasir memang telah lama dikenal di seluruh nusantara sebagai obyek wisata bahari cukup menarik. Informasi yang diperoleh, pihak TNI AL sebelumnya pernah menyatakan tidak menutup kemungkinan TNI AL bekerja sama dengan pihak lain, umpamanya Pemkab Tangerang, untuk bersama-sama mengelola kawasan itu.

Hingga kini, pengelolaan serta restribusinya ditarik seizin suruhan oknum petugas TNI AL dengan dalih iuran kebersihan dan parkir. Retribusi yang masuk dari ratusan hingga ribuan pengunjung yang hadir, tidak masuk sepeser pun ke kas daerah Pemkab Tangerang. Sebelumnya, warga bersama aparat Desa Tanjung Pasir, telah menyatakan akan melakukan berbagai upaya agar keberadaan Pantai Tanjung Pasir dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah sebagai tempat tujuan wisata.
Selama ini, warga merasa belum mendapatkan manfaat dari keberadaan potensi pantai yang dikelola oleh TNI Angkatan Laut itu.

Salah seorang pengurus BPD setempat Rahmat mengatakan pihaknya sudah mengumpulkan data mengenai kondisi lingkungan sosial ekonomi yang ada di pantai tersebut. (bha)

Minggu, 12 April 2009

IRONISME PANTAI TANJUNG PASIR TELUKNAGA KABUPATEN TANGERANG





Tanjung Pasir, desa/pantai yang masuk kecamatan Teluknaga,
berada sekitar 17 kilometer utara kota Tangerang.
Pantainya sebenarnya tidak menarik, air laut keruh tidak nyaman
untuk berenang, wilayah sekitarnya gersang dipenuhi tambak ikan.
Kini di wilayah tambak itu sudah beroperasi Tanjung Pasir Resort,
restoran dan cafe-nya sudah buka, kabarnya nanti akan dilengkapi
dengan Hotel dan Spa. Berita ini tentu membuat penasaran ingin melihatnya, sekalian ber-nostalgia masa remaja dulu saat ramai-ramai bersepeda kesana.

Perjalanan awalnya melewati sisi barat pagar Bandara Soekarno Hatta,
tersendat sedikit karena ada perbaikan jalan didekat ujung bandara,
setelah itu lancar karena jalan beton itu memang masih baru/bagus.
Tapi menyetir harus extra hati2, bukan saja menelusuri tepian kanal
irigasi yang tidak ada pembatas/pengaman, juga karena sepeda motor
berseliweran banyak sekali.

Sekitar setengah jam sudah memasuki kota kecamatan Teluknaga, setelah itu
harus membelok kekanan mengarah ke Tanjung Pasir.
Jalan yang dulunya berupa jalan tanah saja kini telah diaspal, dan
tidak lama kemudian sudah mendekati pantai yang ditandai sejauh
mata memandang yang terlihat hanyalah empang/tambak ikan.

Menjadi tetangga Jakarta memberikan banyak keuntungan bagi Kabupaten Tangerang. Salah satunya menjadi jujukan warga Jakarta yang ingin berwisata ke lokasi yang tidak terlalu jauh.Kabupaten Tangerang juga menawarkan wisata alam pantai sepanjang 40 kilometer. Andai dikelola serius, bisa jadi kawasan yang banyak membantu perekonomian warga Desa Tanjung Pasir itu berkembang sebagai tempat wisata bahari favorit. Seorang nakhoda perahu mengusulkan agar dibuat dermaga di pantai itu sehingga memudahkan warga naik dan turun dari kapal.
Seperti di lansir dari Kompas 27/2/07 sebenarnya kawasan Pantai Tanjung Pasir tersebut menjadi tempat latihan TNI AL," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Yulistiono. Akan tetapi, Yulistiono tak menutup kemungkinan TNI AL bekerja sama dengan pihak lain, umpamanya Pemerintah Kabupaten Tangerang, untuk bersama-sama mengelola kawasan itu. Itu pun kalau Pemerintah Kabupaten Tangerang mau.
Di garis pantai sepanjang itu, terdapat titik yang menjadi wisata andalan, yaitu Pantai Tanjung Pasir .Pantai Tanjung Pasir diklaim Milik TNI AL.sehingga pengelolaan serta “restribusinya” ditarik seijin suruhan oknum TNI AL dengan dalih “iuran” kebersihan dan parkir.Jadi intinya retribusi yang masuk dari ratusan himgga ribuan wisatawan yang hadir tidak masuk sepeserpun kekas Pemerintah Kabupaten Tangerang.Bagaimana solusinya yah??


Setelah menyusuri pinggir jalan sepanjang bibir pantai tanjung pasir setelah melewati sebuah gerbang selamat dating yang dimodif oleh sponsor merk rokok ternama, baru terlihat pintu masuk ke areal pantai tanjung pasir. Di sini kami di kenakan biaya masuk sebesar Rp.3000. Hum... kesan pertama saat pertma kali tiba di area pantai yang sedikit dipadati oleh wisatawan lokal yg berenang dipantai ialah kondisi kotor dan tak terawat.padahal banyak wisatawan lokal yang memanfaatkan wisata murah yg terjangkau. Selain kotor oleh sampah-sampah yang berserakan di pinggiran pantai dan kios-kios pedagang, tingkat abrasi pantai tersebut juga sudah demikian parah sehingga membuat daratan pantai mulai terkikis habis.***

Sabtu, 11 April 2009

Rano Karno Tukang Insinyur Bicara Infrastruktur



Obrolan Infrastruktur dengan Rano Karno
In Infrastruktur, biografi, tokoh on Maret 21, 2009 at 10:21 am
Setelah sempat naik ojek hampir 15 menit dari pintu tol Balaraja, akhirnya sampai juga di Kantor Bupati Tangerang. Sebenarnya nggak perlu naik ojek, tapi karena macet dan sudah dua kali ditelpon sekretaris protokoler-nya Rano Karno, ojek jelas jadi pilihan utama. Yupz, siang itu, saya memang ada janji dengan Rano Karno untuk sebuah wawancara. Sebagai Wakil Bupati Tangerang, saya ingin Rano berbicara tentang infrastruktur. Kebetulan, wawancara itu akan dimuat untuk sebuah literatur tentang infrastruktur kabupaten Tangerang yang terbitan saya, yang saya akan terbitkan nanti…..

Di sana ada Suti Karno, yang ternyata menjadi semacam asisten pribadi Rano. Sebagai seorang artis yang terjun ke dunia politik, dan kemudian terpilih sebagai pejabat publik, Rano tak menampik bahwa ia masih harus banyak belajar tentang berbagai hal, termasuk di antaranya tentang pembangunan infrastruktur.

Setelah saya sunting, jadilah sebuah artikel, yang kemudian saya beri judul: Infrastruktur di Mata Seorang “Tukang Insinyur”
Judul itu saya pilih untuk menarik garis merah antara topik wawancara dan latar belakang Rano, yang pernah identik dengan sebutan “tukang insinyur” sewaktu berakting sebagai pemeran utama sinetron berseri “Si Doel Anak Sekolahan”.
Rano Karno yang berlatar belakang pekerja seni ini masih tampak belum terlalu fasih berbicara tentang teknis dan detail dunia infrastruktur. Namun, ia tampak gigih mempelajari seluk beluk dan berbagai nomenklatur di bidang infrastruktur, terutama yang menunjang profesi barunya sebagai seorang birokrat.

“Sebagai orang baru di dunia birokrasi, saya harus belajar memahami dengan cepat, termasuk hal ihwal infrastruktur,” kata pria kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1960 silam itu.
Sebagai pasangan pemenang Pilkada, secara internal, Rano dan Bupati Tangerang Ismet Iskandar berbagi tugas dalam menjalan peran mereka sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Tangerang. Sebagai Wakil Bupati, Rano kebagian peran untuk menangani lima bidang, yakni: pendidikan, lingkungan hidup, pemuda dan olahraga, wisata dan pemberdayaan perempuan. Itu artinya, bidang infrastruktur bukan merupakan bidang yang menjadi fokus kerjanya selama lima tahun menjabat sebagai Wakil Bupati.
“Tapi, bukan berarti saya sama sekali tidak mengurusi infrastruktur. Menurut undang-undang, tugas seorang Wakil Bupati adalah pengawasan, termasuk pengawasan penyelenggaraan infrastruktur,” tegas Rano, yang pernah menempuh pendidikan akting di Los Angeles ini.

Kini, hasil kerja kerasnya untuk memahami lika-liku bidang infrastruktrur selama enam bulan sejak dilantik menjadi Wakil Bupati, mulai tampak. Rano mulai menguasai seluk beluk dan keterkaitan antarbidang-bidang teknis, yang termasuk dalam konteks pengembangan infrastruktur.
Tentang infrastruktur jalan, misalnya, Rano menyampaikan visinya.
“Saya pernah membaca filosofi China bahwa membangun negara berarti membangun jalan. Infrastruktur jalanlah yang membuat ekonomi bergerak,” ungkapnya. “Ibarat fungsi dalam tubuh manusia, infrastruktur jalan adalah urat nadi, yang mengalirkan darah. Jika ia putus, manusia bisa mati,” lanjutnya beranalogi.
Bahkan, Rano juga ikut hadir dalam peresmian Jembatan Layang (fly over) Ciputat sepanjang 1,4 kilometer, Juni 2008 silam.

Sejak menjadi Wakil Bupati, Rano memang cukup gelisah melihat fakta tentang kondisi infrastruktur, khususnya jalan, di Kabupaten Tangerang. “Jangan melihat Serpong dan sekitarnya, yang sudah seperti kota besar. Coba anda jalan-jalan ke pelosok Balaraja atau Teluknaga, masih banyak akses jalan yang kondisinya masih belum layak,” ungkap Rano.
***
Rano dan Seni Memimpin
Latar belakang Rano Karno, yang seorang pekerja seni, tampaknya akan sangat berpengaruh dalam gaya kepemimpinannya sebagai seorang pejabat daerah. Kepada saya, Rano tampak tak sungkan menampilkan dua sisi kemanusiannya, satu sisi sebagai seorang birokrat, satu sisi sebagai seorang profesional.
“Saya memang sedang mencoba belajar sebagai seorang birokrat. Tapi, saya tetap ingin mewarnai nafas birokrasi di kabupaten ini dengan latar belakang saya sebagai pekerja profesional,” ungkap Rano.
Tampaknya, Rano ingin membawa perubahan atmosfer bekerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Rano ingin setiap PNS yang kini ia pimpin tidak menjadi ‘robot birokrasi’, yang kaku dalam memaknai setiap tugas yang diberikan.
“Jangan terlalu kaku, sesekali berimprovisasi boleh, kan. Ya, seperti dalam berkesenian. Bagaimanapun, memimpin kan ada seninya, juga,” lanjut pria yang hingga kini masih tinggal di kawasan Lebak Bulus ini, sebelum pindah ke Rumah Dinas Wakil Bupati, yang kini sedang dalam proses penyelesaian.
Di mata Rano, birokrasi yang kaku hanya akan melahirkan ketegangan antara rakyat dan pamong praja. “Dampaknya, sulit menciptakan atmosfer yang dialogis antara rakyat dan pamong praja,” lanjut Rano.
Namun demikian, jika ternyata tahapan dialogis itu menemui jalan buntu, sementara ada sebagian rakyat di Tangerang yang nyata-nyata membangkang aturan, seperti menduduki jalur hijau atau tanah negara, misalnya, Rano siap bersikap keras. “Jika memang harus digusur, ya digusur. Jika sudah begitu, harus siap dianggap tidak populer,” tegasnya.
Oke Bang Rano, rakyat Tangerang menanti improvisasi Anda sebagai Wakil Bupati.***

Jumat, 10 April 2009

PEMILU 2009 , apakah membawa perubahan?




Oleh : Budi Usman ,Mantan Wakil Ketua Panwaslu Kabupaten Tangerang

Quick Qount LSI : Partai Demokrat Menang.
Hasil hitung cepat ( quick count ) Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menunjukkan, partai Demokrat yang identik dengan SBY itu untuk nasional memperoleh 20,36 persen suara, disusul Golkar 14,77 persen suara dan PDI Perjuangan 14,54 persen suara.

Direktur Eksekutif LSI Denny JA mengatakan, quick count di tujuh provinsi besar, Demokrat unggul di lima provinsi. Demokrat hanya kalah di Jawa Tengah oleh PDI Perjuangan, dan di Sulawesi Selatan oleh Golkar. Tujuh provinsi besar ini, menurut Denny, mampu mewakili 70 persen populasi pemilih di Indonesia."Sehingga bisa dipastikan Demokrat unggul di hampir seluruh provinsi, kecuali di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan," ungkap Denny, dalam jumpa pers di kantor LSI, Jalan Pemuda 70, Jakarta Timur, Kamis (9/4) malam.


Sebelum, selama, dan setelah masa kampanye Pemilu 2009, saya cukup banyak membaca tulisan, berita, hasil survei, dan segala sesuatu yang terkait dengan Pemilu 2009. Sedikit banyak saya punya ketertarikan dengan politik namun saya sama sekali tidak berminat ikut politik praktis (misalnya menjadi kader parpol, anggota parpol, apalagi jadi caleg). Saya sudah senang menjadi seorang guru saja. Soal politik, saya cukup menjadi seorang pemerhati sajalah.
Pada Pemilu 2009 ini, untuk pertama kalinya kita memilih caleg pada kertas suara dengan cara mencentang (V) atau mencontereng, meskipun masih dibenarkan kita hanya mencentang nama atau gambar parpol bila kita bingung memilih caleg yang mana (yang sebagian besar tidak kita kenal). Meskipun mencentang nama caleg sudah disosialisasikan jauh-jauh hari (yang saya rasa sosialisasinya kurang maksimal), namun saya yakin sebagian besar orang tetap berpikir menentukan parpol dulu, baru kemudian memilih calegnya (kalau mau). Jadi, harapan para politisi agar rakyat memilih caleg tanpa melihat parpol sepertinya mustahil. Peralihan dari sistem lama ke sistem baru sepertinya membutuhkan waktu yang cukup lama, mungkin 5 atau 10 tahun lagi.
Masa kampanye telah berakhir. Kampanye terbuka yang berlangsung 3 minggu kemaren terasa biasa-biasa, tidak gegap gempita seperti 5 tahun lalu, bahkan terkesan lengang. Hanya beberapa parpol besar yang berhasil mengumpulkan massa cukup banyak (yang mungkin sebagian dari massa itu datang karena ‘dibayar’ oleh para calegnya), sementara sebagian besar kampanye parpol sepi peminat. Rupanya rakyat kita sudah cerdas, mereka tidak tertarik lagi mengikuti model kampanye yang diisi dengan obral janji dan pagelaran musik dangdut. Siapa yang mau berpanas-panas dan berhujan ria mendengar orasi politik yang penuh dengan janji-janji. Mendingan di rumah atau bekerja saja ketimbang menghadiri rapat massa.
Menurut saya, kampanye parpol tidak banyak mempengaruhi pilihan pemilih. Sebagian besar pemilih kita sudah mempunyai pilihan parpol mana yang akan dia pilih tanggal 9 April nanti. Persepsi pemilih tentang parpol sudah dibentuk jauh-jauh hari sebelum masa kampanye. Berbagai berita yang berseliweran di media massa ikut andil membentuk opini pemilih terhadap parpol.

Selasa, 07 April 2009

Situ Gintung Potret Bunuh Diri Lingkungan



Goei Tiong Ann Jr
Saya ikut prihatin atas masih saja muncul musibah yang meminta banyak korban jiwa.
Saya pun amat kaget saat membaca berbagai situs berita dari koran-koran di tanah air, termasuk koran ini (Jawa Pos 28 Maret 2009). Mendengar laporan pandangan mata dari bebagai radio online di Jakarta yang bisa didengarkan di internet juga semakin menambah miris di dalam hati.
Apa yang dikhawatirkan warga setempat dan juga aktivis lingkungan hidup kini benar-benar terjadi. Dua tahun lalu, warga setempat dan aktvis lingkungan sudah melaporkan situ yang tak dirawat, karena ada banyak longsoran kecil dan rembesan di sepanjang tanggul. Tapi, laporan itu tak digubris.

Jangan Salahkan Hujan
Konyolnya orang lebih suka menyalahkan hujan sebagai penyebab jebolnya tanggul di situ tersebut. Lihat Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio menjelaskan, jebolnya tanggul Situ Gintung karena hujan deras yang turun lima jam tanpa henti. Hujan ini membuat debit air bertambah sehingga terjadi limpasan ke luar.
Hujan sebenarnya tak layak dipersalahkan, Justru yang layak disalahkan ialah manusia. Manusia yang memulai semua bencana di Situ. Pertama, seperti diketahui Situ Gintung bukanlah telaga atau danau alami (natural), tetapi dibuat Belanda pada 1932. Semula Situ Gintung luasnya 31 hektare. Namun, karena proses sedimentasi atau pendangkalan, saat ini luasnya tinggal 21,4 hektare. Tujuan dibangunnya Situ Gintung adalah untuk persediaan air, perikanan, dan pengendalian banjir. Selama zaman Belanda, situ itu baik-baik saja, karena dirawat dan dimonitor dari waktu ke waktu.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir tangan-tangan manusia yang suka mengeksploitasi alam mendorong ecological suicide atau bunuh diri lingkungan, seperti akhirnya bisa kita lihat bersama. Pada zaman Belanda, sudah ada larangan dalam radius satu kilometer tak boleh ada bangunan atau rumah. Tapi, coba simak, dalam tiga puluh tahun terakhir, semakin banyak rumah dibangun di sekitar Situ Gintung.
Sejak dekade 1980-an, marak pembangunan perumahan di cekungan yang berada di bagian hilir situ. Akibatnya, topologi situ berubah. Perubahan itu tentu sangat berisiko dan kita sudah melihatnya sendiri.

Namun, kesalahan tidak hanya pantas diarahkan kepada manusia yang membangun rumah di sekitar situ. Bagaimanapun, pemerintah atau instansi yang punya wewenang pemberian izin (seperti IMB) seharusnya sejak dini membuat larangan tegas. Kalau pemerintah kolonial saja bisa melarang, mengapa pemerintah sekarang tidak?
Kecuali itu, jangan lupa hutan di hulu sungai sudah digunduli. Tak ada pohon yang biasanya menyimpan air hujan. Keseimbangan alam sudah terganggu akibat ulah manusia pembabat hutan. Air hujan pun langsung masuk ke sungai dan Situ Gintung tidak mampu menampung debit air ketika hujan turun begitu lebat seperti pada Kamis (26 Maret 2009). Bencana mengerikan pun harus dan harus terjadi lagi.

Kecerdasan Ekologi
Sayang, kita hanya bisa menyesali bencana, ketika yang satu ini sudah terjadi. Kita belum punya langkah dan kebijakan antisipatif. Bahkan, ketika sudah ada laporan bahwa tanggul di Situ Gintung sudah memberikan sinyal bahaya dua tahun lalu. Sayang respons yang dibuat instansi yang berwenang begitu lamban. Padahal, untuk apa pun yang berisiko mengundang bahaya, khususnya bagi nyawa manusia, seharusnya membuat instansi berwenang mau bersikap serius dan lebih proaktif.
Di danau-danau atau telaga kecil di negara-negara Eropa, misalnya, sudah dibuat badan otorita khusus yang memberikan laporan atau memberikan early warning bila akan terjadi sesuatu.

Budaya kita memang hanya bisa merespons, sayang respons yang dibuat sering amat lamban. Padahal, bangsa-bangsa lain sudah bisa membuat langkah antisipatif guna meminimalkan dampak bencana. Sebenanarnya UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana juga mengamanatkan agar bencana ditanggulangi sebelum, saat, dan sesudah bencana. Boleh jadi ini semua mencerminkan kecerdasan ekologi kita memang masih rendah.

Kini bukan hanya kecerdasan otak (IQ) atau kecerdasan emosional (EQ), tapi juga EnQ atau Enviro Intelligence/kecerdasan ekologi.
Apa yang terjadi di Situ Gintung hendaknya segera menjadi pelajaran bagi banyak telaga, situ, atau danau di tempat lain. Kabarnya, Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, juga memiliki persoalan seperti Situ Gintung. Untuk itu, harus segera dibuat langkah cepat, tepat, dan terkoordinasi sebagai bentuk antisipasi atau persiapan menyongsong segala kemungkinan yang bisa terjadi.
Untuk kawasan Situ Gintung, harus segara ada relokasi bagi warga yang tinggal di dekatnya. Daerah hulu harus direboisasi kembali agar bila hujan lebat datang, debit air yang turun bisa kembali ditampung. Konstruksi tanggul di Situ Gintung juga perlu diperkuat agar tidak rawan jebol.

Dalam the Ecology of Commerce, Paul Hawken mengatakan, ecological suicide tengah menghancurkan kehidupan di bumi akibat ketamakan dan nafsu akan uang. Dibutuhkan ecological wisdom dengan mengasah kecerdasan ekologi kita, agar kita terhindar dari bencana yang lebih besar. Seharusnya para politikus, termasuk para capres dan pengurus parpol, sadar akan hal ini juga. Jangan hanya bernafsu meraih kekuasaan, sementara alam dan lingkungan kita rusak dan menjerit akibat eksploitasi tanpa henti. (*)

Aktivis lingkungan menetap di Roma, Italia.

CISADANE


FILE: Pemerintah Akan Gusur Warga Bantaran Cisadane

Kamis, 15 Februari 2007 | 04:02 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:
Pemerintah Kabupaten Tangerang akan menggusur paksa ribuan bangunan di sepanjang bantaran Sungai Cisadane. Bupati Ismet Iskandar mengatakan pemerintah tak akan memberikan ganti rugi atau memindahkan pemilik bangunan. "Semua bangunan melanggar aturan," kata Ismet kemarin.

Menurut Ismet, bantaran Sungai Cisadane akan dikosongkan selebar 50 meter di sisi kiri dan kanannya. Sebelum penggusuran besar-besaran, aparat akan meminta warga pindah secara sukarela. Tapi, jika warga tak kunjung pindah, aparat akan memaksa mereka hengkang. "Kami tak akan menunggu sampai banjir tahun depan," ujar Ismet.

Setelah kosong, menurut Ismet, bantaran Cisadane akan ditanami pohon-pohon besar agar berfungsi sebagai pagar sungai sekaligus lahan resapan. Pemerintah Tangerang pun akan mengeruk bagian sungai yang mendangkal.

Saat ini ribuan bangunan berderet di bantaran Cisadane, dari kawasan Karawaci hingga Pakuaji. Sebagian warga sudah menempati bangunan itu sejak puluhan tahun silam.

Mendekati muara Cisadane, di wilayah Teluk Naga dan Pakuaji, berdiri puluhan perusahaan galangan kapal berskala kecil dan besar. Pemilik galangan juga memakai badan sungai sebagai jalur masuk bahan baku kapal dan jalur pengiriman kapal yang sudah jadi.

Seperti bangunan lain, menurut Ismet, galangan kapal itu pun akan digusur. Alasannya, bisnis milik pengusaha asal Jakarta itu tak memberi sumbangan apa pun bagi Tangerang. "Izinnya saja tak jelas. Lokasinya di Tangerang, izinnya dari Banten," kata Ismet.

Catatan : Namun janji tersebut tidak terjadi,eh tanya kenapa!!!

Minggu, 05 April 2009

PNS NETRAL PEMILU



Oleh : Budi Usman,Aktifis Pantura dan mantan Wakil Ketua Panwaslu Kabupaten Tangerang


Posisi pegawai negeri sipil (PNS) yang strategis selalu menjadi incaran partai politik. Sehingga, sejak era reformasi PNS dilarang terlibat dan melibatkan diri sebagai anggota maupun pengurus parpol demi menjaga netralitas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Benarkah pembatasan itu efektif….. ?
Upaya-upaya tidak terpuji dalam menggiring Pegawai Negeri Sipil (PNS) memberikan suaranya kepada Caleg dan Parpol tertentu semakin kental terasa. Apa pun motif, dalih atau alasannya, tindakan Bupati atau siapa saja, dalam mempengaruhi netralitas PNS pada pemilu, tidak dibenarkan. Sebab, netralitas PNS merupakan perintah hukum, yang harus ditaati PNS itu sendiri.
Politisasi Birokrasi

Netralitas PNS dalam pemilu legeslatif, secara tegas dinyatakan
• "Partai politik peserta pemilu dan / atau calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye, dan juru kampanye dalam pemilu".
• "Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa atau sebutan lain, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama waktu kampanye".
• "Yang dimaksud dengan pejabat negara dalam undang-undang ini, meliputi presiden, wakil presiden, menteri/kepala lembaga pemerintahan nondepartemen, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.

Aneh bin ajaib, bahkan sangat disayangkan, sekaligus amat memalukan, mengapa sedemikian ketatnya rambu hukum untuk menjaga netralitas PNS dalam pemilu legeslatif, tidak juga mampu meniadakan aksi pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, termasuk kepala desa atau sebutan lain, yang bersifat politisasi birokrasi.

Sabtu, 04 April 2009

BAKSOS AMAN DI PANTURA



Pantura 5/aptil/2009
Anak muda anti narkoba (AMAN) gelar baksos aksi bersih2 tpu se-pantura,berpusat di TPU wakaf desa di kebun nangka desa kp melayu barat,aktifis AMAN,BKPRMI dan warga sekitar gelar aksi tersebut,sejak pagi hingga siang hari di 6 kecamatan pantura secara serentak.Tampak hadir ketua panitia Baksos AMAN Budi Usman,ketua BKPRMI Haji Memet dan perwakulan ketua AMan yang diwakili Ruli Iskandar.AMAN dan elemen pantura lainya seperti Bakor Pantura ,BKPRMI dan relawan zaki iskandar lainya sepakat mendukung dan memilih serta mencontreng ahmed Zaki Iskandar sebagai wakil mereka di DPR RI Dapil Banten III nomor urut I dari Partai GOlkar. Alasan mereka karena keberpihakan zaki iskandar thd warga pantura telah jelas dan terbukti"ujar budi usman ketua bakor pantura ".

Kamis, 02 April 2009

Galangan Kapal Mangkrak....



PAKUHAJI - Masyarakat di perkampungan nelayan Karang Serang dan Cituis, Kabupaten Tangerang, berharap pihak berwenang tidak menutup mata dan segera mengambil tindakan. Ini menyusul mangkraknya tempat perbaikan dan perawatan kapal atau galangan kapal (doking) Cituis yang dibangun pemerintah setempat pada pertengahan 2007 silam. Diduga, mangkraknya bangunan tersebut disebabkan ada ketidakberesan dalam proyek pembangunannya.

Dugaan itu muncul setelah terungkapnya kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan pangkalan pendaratan ikan (PPI) Cituis, Kecamatan Pakuhaji. Proyek pembangunan yang lokasinya tidak jauh dari Doking Cituis, itu pun hingga kini masih mangkrak. Belakangan diketahui, proyek tersebut ternyata bermasalah dan akhirnya menyeret dua pejabat Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang ke meja hijau.

“Sebelumnya, masyarakat di sini nggak tahu kalau bangunan pelelangan ikan itu ternyata bermasalah. Pantas saja sampai sekarang dibiarkan kosong begitu saja. Kalau begitu, bisa jadi doking yang nggak terurus itu juga bermasalah seperti tempat pelalangan ikan itu,” kata Sutardi, salah seorang pemilik kapal di Desa Cituis, Kecamatan Pakuhaji, Minggu (29/3).

Atas dasar itu, Sutardi berharap kepada pihak berwenang, terutama penegak hukum, untuk segera mengambil tindakan agar ada kejelasan mangkraknya doking tersebut. Secara kasat mata, bangunan yang dibangun dengan anggaran Rp 3,052 miliar itu menurut Sutardi tidak layak disebut doking.
“Saya hanya orang kampung, nggak tahu persis proyek pemerintah ini. Tapi saya pernah ke Pekalongan memperbaiki kapal. Doking di sana tidak seperti yang dibangun pemerintah ini,” kata Sutardi.

Rusdi, warga setempat yang ditugaskan menjaga doking, mengakui jika tempat pemeliharaan dan perbaikan kapal itu sama sekali belum pernah dioperasikan. Sejumlah peralatan bengkel kapal yang sebagian di antaranya didatangkan dari luar negeri pun dibiarkan begitu saja tergeletak di gudang penyimpanan.
“Sejak bangunan ini selesai, belum ada kegiatan sama sekali di tempat ini. Siang malam saya yang menjaga tempat ini. Orang dari dinas hanya datang sesekali waktu,” kata Rusdi.

Informasi yang diperoleh, fasilitas untuk nelayan yang berlokasi di dekat gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Tangerang, itu dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2007. Sedianya bangunan itu sudah beroperasi awal Mei 2008 lalu. Saat ini hampir setiap harinya, bangunan doking itu tampak sepi dan kosong. Gerbang utama yang digunakan untuk kapal masuk ke dalam doking terkunci dan tertutup rapat. Tidak ada seorang pun petugas atau pegawai PPI yang dapat ditemui. Disana hanya ada seorang warga penjaga doking dan sejumlah nelayan yang tengah beristirahat. (bha)

MAJALAH TEMPO Edisi 7 April 2008 : SITU GINTUNG SALING TUDING



PAGAR itu menjorok hingga ke tepi air Situ Gintung, memotong habis tanggul dan jalur pejalan kaki. Agar bisa lewat, Erian Alfino dan dua kawan sekolahnya harus menyusuri tepi pagar sepanjang 30-an meter itu.
Kini situ sudah kering, setelah bendungannya jebol pada Jumat dua pekan lalu. Tepi situ di sekitar pagar terlihat hampir tegak lurus. Dalamnya tak kurang dari lima meter. Agak ke tengah sedikit kedalamannya sudah 10-an meter.
Ketika situ masih terisi air, ketiga siswa SMP Muhammadiyah 17 itu harus amat waspada ketika melewati pagar. Bila terpeleset, mereka langsung jatuh ke situ. Bila tak bisa berenang, mereka tenggelam. ”Kami lewat sambil memegang jeruji pagar,” kata Arian, siswa tahun ketiga di sekolah itu. ”Ini jalan kami ke sekolah,” ia menambahkan.

Pagar besi berfondasi beton itu milik Cireundeu Lakeside. Dokumen tanah kompleks perumahan ini menunjukkan seharusnya tanah di bagian tepi danau bersudut tajam. Faktanya, sudutnya kini 90 derajat, sejajar tepi situ. Inilah salah satu sebab mengapa luas Situ Gintung terus menciut. Banyak yang menggangsir tanahnya. Alhasil, dari semula 31 hektare pada 1933, kini tinggal 21 hektare.
Nirwono Joga, ahli lanskap Jakarta dan Koordinator Peta Hijau Jakarta, menduga penyempitan itu ikut andil dalam keruntuhan bendungan Situ Gintung. Soalnya, penyempitan itu membuat daya tahan situ saat hujan deras berkurang, karena kehilangan bagian landainya. Akibatnya, air lebih keras menekan bendungan yang sudah hampir uzur itu.

Sebanyak 33 rumah mewah itu bergaya minimalis. Sebagian di antaranya sedang dibangun, berjejer dari depan gerbang hingga tepi danau. Nah, ketika Tempo menyambangi perumahan itu, kaveling yang berada di dekat danau sudah terjual. Ada patok: SOLD.

Dokumen Tempo menunjukkan perumahan itu mendapat izin pemanfaatan ruang dari Bupati Tangerang Ismet Iskandar pada 24 Januari 2007. Izinnya untuk rumah tinggal. Restu resmi ini menjadi dasar untuk mendapatkan sejumlah perizinan, termasuk izin mendirikan bangunan. Ismet tak menyangkal telah memberikan izin itu kepada Cireundeu Lakeside. Ia beralasan, izin diberikan karena lahan yang akan dibangun jauh dari bantaran situ. ”Jadi tidak melanggar. Justru kalau izin tidak keluar, kami dianggap melanggar,” katanya, Jumat pekan lalu.

Toh, lain yang dilaporkan, lain yang terlihat di lapangan. Kaveling terdekat dengan tepi danau di perumahan itu memang tidak menempel pagar, karena masih ada jalan beraspal hotmix. Tapi jarak kaveling itu dipastikan kurang dari 50 meter, seperti yang diatur peraturan daerah mengenai tata ruang. Pagarnya—itu tadi—membuat anak sekolah tak bisa lewat karena memotong bantaran situ.

Pagar itu bahkan tak dapat dirobohkan oleh pemerintah. Alkisah, Departemen Pekerjaan Umum membangun jogging track di atas tanggul situ pada Juli tahun lalu. Rampung pada Desember, jalur lari ini terputus di tepi pagar, dan menyambung lagi di seberangnya. ”Saya tidak tahu kenapa. Mungkin ada orang kuat di atas,” ujar Suaib, penasihat paguyuban petani ikan jaring apung di situ itu, yang juga terlibat aktif dalam pembangunan jalur lari.

Padahal, menurut Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Tangerang M. Hidayat, bangunan warga hanya diizinkan didirikan 50 meter dari tepi situ. Tanpa itu, izin mendirikan bangunan tidak akan keluar. Alasannya, ”Melanggar garis sempadan. Kita tidak ada tawar-menawar,” ujarnya Sabtu pekan lalu.

Bukan hanya Cireundeu Lakeside yang melanggar tata ruang Situ Gintung. Beberapa ratus meter dari perumahan itu berdiri rumah milik Boy Sofyar. Pagar rumah pengusaha ini persis di tepi danau. Pagar itu sangat kukuh, diperkuat dengan besi yang terlihat sedikit menonjol ke danau.
Boy tak bisa ditemui. ”Ia sedang di Amerika,” ujar penjaga rumah. Tapi Tempo diperkenankan masuk ke pekarangan. Di sana berdiri beberapa rumah. Aulanya hampir menempel di pagar danau. Amboi, tak ada air di situ pun pemandangan dari pekarangan rumah Boy begitu menawan—sangat lepas.

Di tepi situ buatan Belanda itu juga berdiri Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah—dulu Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah. ”Tapi UIN memiliki izin, karena sesuai dengan peruntukannya,” ujar M. Hidayat. Toh, universitas ini tetap melanggar aturan soal sempadan, karena pagarnya menempel di tepi situ.

Namun ada kisah yang menunjukkan bahwa tepi danau yang bersisian dengan kompleks UI itu pernah diuruk. Akibat hujan deras dan badai, pada 1986 lahan urukan yang belum menyatu sempurna dengan dasar danau ini terangkat lalu bergerak hingga ke tengah situ. ”Peristiwa ini menjadi berita heboh. Disebutnya pulau bergerak,” ujar Andi Syahrandi, warga Jalan Gunung II Cirendeu, tak jauh dari Situ Gintung.***

Sunudyantoro, Dwidjo U. Maksum, Amandra Megarani, Joniansyah

Rabu, 01 April 2009