Minggu, 18 Januari 2009

MENYOAL SEKOLAH GRATIS



Oleh Budi Usman, Ketua Presedium Badan Koordinasi Tangerang Utara
Email : budiusman@yahoo.com, www.budiusman.blogspot.com
Di tayangkan di Surat Kabar Tangerang Tribun edisi jumat 23/1/09


Kepada para pemuda
Yang merindukan lahirnya kejayaan...
kepada ummat yang tengah
kebingungan di persimpangan jalan...
kepada pewaris peradaban yang kaya-raya,
Yang telah menggoreskan catatan membanggakan
Di lembar sejarah ummat manusia...
kepada setiap muslim
Yang yakin akan masa depan dirinya
Sebagai pemimpin dunia dan peraih kebahagiaan
Di kampung akherat...
kepada mereka semua kami persembahkan risalah ini.
(Hasan Al-Banna dalam Risalah Ilaa As-Syabaab)


“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen)
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.” Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mereka yang berfikiran hebat membicarakan ide-ide. Mereka yang berfikiran sedang membicarakan peristiwa-peristiwa. Mereka yang berfikiran sempit membicarakan orang lain (Eleanor Roosevelt, 1884 - 1962, mantan first lady AS).
Pendidikan dasar gratis bermutu yang menjadi prioritas utama program pemerintah harus terpenuhi dengan adanya kebijakan menaikkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009. Pembiayaan pendidikan dasar yang memenuhi standar nasional tanpa memungut biaya kepada masyarakat itu dihitung membutuhkan dana sekitar Rp 157 triliun.
”Pendidikan dasar gratis seharusnya tidak lagi jadi keluhan masyarakat. Dengan anggaran pendidikan nanti yang mencapai Rp 224 triliun, pendidikan di tingkat SD dan SMP tanpa pungutan lagi,” kata Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam diskusi yang diselenggarakan Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (21/8). Dari perhitungan Abbas yang juga pengajar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, pendidikan dasar gratis di tingkat SD dan SMP membutuhkan biaya Rp 157,22 triliun. Penghitungan biaya tersebut sudah mencakup biaya operasional dan tenaga kependidikan, biaya sarana dan prasarana, serta biaya operasional bahan habis pakai.
Utomo Dananjaya, Direktur IER Universitas Paramadina, mengatakan bahwa jika pemerintah mempunyai pilihan strategi pendidikan yang baik, peningkatan anggaran 20 persen itu akan efektif dan harapan perbaikan pendidikan nasional bisa terwujud.
”APBN itu uangnya berasal dari pajak masyarakat. Karena itu, kenaikan anggaran pendidikan yang pertama kali mencapai 20 persen jangan dilihat sebagai sikap murah hati atau kebaikan hati pemerintah,” ujar Dananjaya

Mengapa harus gratis, atau PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA atau TANPA MEMUNGUT BIAYA? Alasannya sudah tentu karena program wajib belajar. Latar belakang utamanya adalah agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 - 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Itulah jawabannya.
Apakah dengan demikian tidak ada satu celah pun yang diperbolehkan kalau ada orangtua siswa yang mau membantu sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya? Kondisinya sangat beragam. Pelaksanaan sekolah gratis di banyak daerah kabupaten/kota di Indonesia telah melahirkan respon yang berlebihan. Ada dinas pendidikan yang mengancam untuk mencopotnya. Ada juga Bawasda yang tidak mau bertanggung jawab. Bahkan ada yang akan mendatangkan KPK segala. Dengan demikian, kebijakan sekolah gratis mempunyai dampak yang luar biasa negatif, yakni membunuh peranserta masyarakat. Bahkan ada daerah yang telah mulai berfikir untuk membubarkan Komite Sekolah, karena mereka berpandangan Komite Sekolah sudah tidak diperlukan lagi.
Apakah dengan sekolah gratis dapat meningkatkan mutunya?
Sudah tentu ini harus diteliti lebih lanjut oleh perguruan tinggi, atau lembaga penelitian yang memiliki otoritas untuk melakukan penelitian. Pintu telah terbuka untuk ini. Namun demikian, secara empiris banyak pihak, termasuk Dewan Pendidikan yang telah mencoba melakukan pengamatan tentang fenomena ini. Apakah biaya pendidikan yang telah diberikan kepada sekolah melalui program sekolah gratis tersebut — yang sekolah sama sekali tidak boleh memungut uang dari orangtua siswa — sebenarnya telah dapat memenuhi kebutuhan sekolah? Inilah pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu. Berapa satuan biaya yang sesungguhnya yang diperlukan untuk memenuhi biaya pendidikan sesuai dengan standar pembiayaan? Tulisan ini tidak akan membicarakan ini secara mendetail.
Ketidakjelasan mengenai hal tersebut ternyata telah menyebabkan beberapa sekolah yang mengeluh tentang kekuarangan biaya, misalnya untuk “menyediakan minum teh” untuk kepala sekolah dan gurunya. Biaya yang diberikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka sekolah gratis tersebut ternyata tidak fleksibel untuk dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah..
Refleksi
Sungguh! Janji adalah hutang. Janji para pemimpin kepada rakyatnya juga hutang yang harus dipertanggungjawabkan. Hutang kepada Tuhan dan rakyat. Mudah-mudahan kita semua dapat mempertanggungjawabkan hutang-hutang itu, termasuk konsep sekolah gratis yang belum selesai. Mudah-mudahan pembahasan tentang konsep sekolah gratis ini adalah membicarakan ide-ide besar kemanusiaan di abad ke-21 ini, sebagaimana kata-kata mutiara yang sengaja dikutip untuk tulisan ini. Wallahu alam bishawab.***

Tidak ada komentar: