Senin, 16 Maret 2009

RESUME


BERHARAP KEPADA CALEG MUDA

Oleh Budi Usman, Ketua Presedium Bakor Tangerang Utara
Tinggal Di Teluknaga Kab.Tangerang

Satu hal yang menjadi ganjalan juga lemahnya kemandirian caleg-caleg muda.Sebagian dari mereka bukankah kader partai politik yang berkeringat. Mereka tidak cukup memiliki kontribusi berarti bagi partai politik untuk bersaing secara sehat. Mereka masuk menjadi calon wakil rakyat karena pengaruh kuat keluarga atau orang tua. Mereka bagian dari caleg AMPIBI; anak, mantu, ponakan, istri, bibi dan ipar. Caleg muda semacam ini mem-by-pass kader-kader partai politik “berkeringat” yang bekerja keras membesarkan partai politik.
Maka kita bisa menyaksikan di berbagai media kampanye mereka mencantolkan dirinya dengan orang tua atau kerabatnya. Caleg semacam ini tak punya cukup kepercayaan diri atau merasa tidak cukup dikenal oleh publik. Jangan-jangan mereka tak memiliki cukup kompetensi atau prestasi untuk mengatakan inilah saya, dan bukan inilah bapak atau ibu saya.


PEMEKARAN daerah pemilihan (dapil) di Banten berpotensi mengubah konfigurasi perolehan kursi partai politik dalam Pemilu 2009. Pada Pemilu 2004, Banten hanya terdiri dari dua dapil. Pemilu 2009 menjadi tiga dapil. Dapil Banten III meliputi Kota dan Kabupaten Tangerang dengan alokasi 10 kursi DPR. Pada Pemilu 2004, wilayah ini masuk dapil Banten II dengan 11 kursi. Ketika itu, Golkar, PDIP, dan PKS masing-masing meraih dua kursi. PPP, PD, PAN, PKB, dan PBR masing-masing mendapat satu kursi.

Perolehan kursi di dua dapil Banten pada 2004, Golkar teratas dengan meraih lima kursi. Posisi kedua ditempati PDIP dengan empat kursi. PKS di posisi ketiga dengan tiga kursi. Selanjutnya PPP, PD, PAN, dan PKB masing-masing kebagian dua kursi. PBR dan PBB masing-masing mendapat satu kursi. Total kursi yang dialokasikan di provinsi pecahan Jawa Barat itu pada Pemilu 2004 sebanyak 22.Sama dengan alokasi kursi untuk Pemilu 2009. Hanya saja, alokasi kursi itu dibagi ke tiga dapil, yakni banten I 6 kursi, Banten II 6 kursi, dan Banten III 10 kursi. Dapil ini memiliki sekitar 3,8 juta pemilih. Perilaku pemilih di daerah ini tergolong unik karena Partai Buruh tidak mendapat perolehan suara signifikan. Padahal, daerah ini memiliki sejumlah kawasan industri dan dihuni kaum buruh. Etnis asli Tangerang adalah Sunda.

Dari caleg muda model inilah kemudian harapan akan lahirnya kebijakan cerdas, kritis, bernas dan pro rakyat dari parlemen daerah maupun pusat sirna. Jika mereka menjadi anggota DPR/D karena uang dan pengaruh keluarga dan bukan kapasitas dirina, maka begitu juga ketika mereka menjadi anggota legislatif.
Mereka tidak menjadi wakil rakyat, tapi wakil keluarga. Yang akan muncul bukanlah kebijakan pro rakyat, tapi pro keluarga. Bagaimana mengamankan proyek “milik” keluarga atau mendorong anggota keluarga yang lain untuk menguasai jabatan politik lain.



Sejak menjadi kota satelit Jakarta, kawasan dapil Kota/Kabupaten Tangerang ini berubah menjadi lokasi yang dihuni para pendatang dengan beragam etnis dan agama. Hanya 36 parpol nasional yang akan bertarung di Banten III karena dua parpol yakni PPIB dan PPDI tidak mengajukan caleg.Partai Bulan Bintang yang terkenal dengan jargon Syariat Islamnya mengusung Ketua DPW PBB Banten Beuty Nasir sebagai Caleg nomor pertama.Partai Golkar mengandalkan kader muda seperti Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain pada nomor urut satu.
PPP menempatkan Irgan Chairul Mahfiz, Sekjen DPP PPP, di nomor urut pertama. Partai Demokrat mengandalkan Hartanto Edhie Wibowo.PAN menempatkan Muhammad Ali Taher Parasong pada urutan pertama dan Yasmin Muntaz, mantan presenter Antv , di urutan empat. PKS mengusung Yoyoh Yusroh sebagai caleg perempuan nomor urut pertama. Urutan kedua Jazuli Juwaini, anggota Komisi II DPR.
pakar politik UI Boni Hargens menilai pemilih di Tangerang merupakan pemilih transisi dari tradisional ke rasional.

Secara pribadi, saya optimis kepada Caleg-caleg muda dari Dapil Kota dan Kabupaten Tangerang yang berani maju dan mungkin mampu mengulang sejarah gemilang pemuda di era pra kemerdekaan dan mengukir sejarah baru bagi masyarakat daerah karena beberapa hal.
Pertama, meskipun caleg-caleg muda bisa dibilang masih belia dalam tataran dinamika politik lokal, namun ketika melihat semangat muda dan keluhuran ideologi perubahannya saya sangat yakin caleg-caleg muda terpilih nanti bisa mengobarkan spirit perbaikan nasib rakyat dan daerahnya menuju kesadaran kolektif kaum muda .
Kedua, komitmen para pemudanya yang tidak ingin bergantung pada siapapun (kecuali pada pemuda itu sendiri yang mempunyai kepedulian bersama untuk membenahi negeri ini lebih baik). Mereka mengusung suatu gerakan alternatif dengan memilih berafiliasi dalam partai politik yang meskipun mereka belum matang sebagai kader partai-partai politik pengusung calon. Namun disisi lain paling tidak cara ini, mengutip Teori Michael Foucault, Politik Demagogik yaitu taktik politik secara halus memasuki wilayah politik kekuasaan adalah suatu jalan perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat ditengah kegamangan kondisi politik lokal maupun nasional.
Ketiga, masifnya dukungan massa rakyat daerah yang percaya pada kualitas pemuda masa kini yang terpelajar, merakyat dan memiliki basic kompetensi intelektual yang meskipun belum teruji. Namun keyakinan dan dukungan itu adalah modal politik, sekaligus bisa diibaratkan amanat suci orang tua kepada anaknya tercinta yang harus diperjuangkan bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat daerah. Inilah poin penting sekaligus menjadi peta kekuatan caleg-caleg muda yang harus tetap terjaga ke depannya guna mewujudkan mimpinya melihat masyarakat dan daerah sejahtera dalam arti yang substansial.


Maka, muda cuma sekedar label yang menjelaskan usia, bukan lagi harapan akan hadirnya masa depan bangsa yang lebih baik. Muda sudah kehilangan makna semangat, kritis, independen ataupun idealisme. Tentu saja tak semua caleg muda mewakili gambaran dalam tulisan ini. Mengujinya cukup gampang, undang mereka, ajak diskusi dan tanya pemahaman dan kemampuan mereka memberi solusi atas berbagai persoalan masyarakat. Jika mereka cukup peka terhadap persoalan masyarakat dan mampu memberikan solusi, jangan-jangan mereka memang pemuda harapan bangsa. Namun jika takut berdisksui dan hanya mampu membangun citra lewat poster, foto dan bagi-bagi sembako, mereka pasti caleg yang bias kita sebut istilah “membeli kucing dalam karung”.
Pemuda harapan bangsa, pemuda pemilik masa depan" atau "pemuda harus dibina"dan sebagainya. Adalah hak pemuda untuk jujur kepada dirinya dan kepada cita-citanya.Itulah petikan pidato inaugurasi Max Weber, si sarjana besar yang dengan sadar terlibat dalam masalah aktual negerinya. Tak jauh dari itu, kini trend politisi muda juga jadi incaran parpol untuk merekrut 30-60 persen caleg muda dalam babak baru sejarah politik Indonesia. Alasan utama parpol merekrut caleg muda adalah karena mereka memberikan beberapa keuntungan, seperti dinamika,kegairahan, dan cita-cita. Di mana tempat sejarah pemuda berada dalam usaha rekrutmen parpol? Apakah perjuangannya nanti mencapai hasil seperti generasi terdahulu atau malah keturunannya tidak mengakui sebagai nenek moyang? ***

Tidak ada komentar: