Rabu, 18 Maret 2009

OFF THE RECORD = MASIH PERCAYA PEMILU ??


Budi Usman,Ketua Presedium Bakor Pantura Kab Tangerang

Sampeyan masih percaya Pemilu 2009 nanti akan menghasilkan perubahan? Saya masih sangat percaya, hehehehe :grin: Buat apa buang-buang dhuwit kalau tak menghasilkan apa-apa? Perubahan macam apa? Nah, itu menjadi pertanyaan penting yang perlu dijawab?

Kalau kita melakukan kilas balik sejenak, negeri kita sebenarnya sudah sangat kenyang pengalaman soal berdemokrasi. Namun, banyak pengamat mengatakan bahwa kita masih baru belajar berdemokrasi. Wew… kapan lulusnya, yak? Kok kalah sama orang-orang ndesa yang tinggal di pelosok-pelosok dusun. Mereka sudah sangat paham bagaimana melakukan praktik demokrasi secara benar. Mereka (hampir) tidak pernah salah memilih lurah yang bakal jadi sang pemimpin karena jelas track-record-nya.

Kalau memilih anggota dewan? Hah? Kita seperti memilih kucing dalam karung yang dibungkus rapat-rapat. Warna bulunya pun tak jelas. Namun, kita dipaksa harus memilih, kecuali mereka yang memilih untuk tidak memilih alias golput. Bisa jadi, Pemilu yang digelar selama ini selalu saja menyajikan ”kucing-kucing” yang tak jelas warna bulunya. Tak heran kalau kucing yang berhasil keluar dari karung justru banyak yang rakus dan suka menilap dendeng milik simpanan majikannya. Loh, memang siapa majikannya? Lha ya rakyat! Rakyat itu dalam paradigma *halah* kekuasaan adalah pemilik kedaulatan. Karena terlalu repot, mereka menyerahkan semua aspirasi dan keinginannya lewat wakil-wakilnya. Nah, para wakil rakyat itulah yang diberi amanat untuk menyampaikan harapan dan mimpi agar bisa hidup lebih sejahtera; gampang cari kerja, punya daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari-hari, bisa keluar dari kubangan lumpur kemiskinan, atau bisa menikmati pendidikan murah.

Namun, agaknya banyak ”majikan” yang kecewa lantaran ulah wakil-wakilnya yang serakah dan bermental korup. Fasilitas gaji dan tunjangan bulanan yang sudah bisa untuk hidup mapan belum cukup membuat mereka merasa nyaman. Mereka masih berambisi untuk jadi OKB alias Orang Kaya Baru; menjadi kaum borjuis bergaya feodal. Mereka tak segan-segan cari ”jalan tikus” agar gampang menghilangkan jejak. Bahkan, jika perlu menggunakan cara-cara magis untuk bisa kaya secara instan.

Gedung dewan pun tak ubahnya ladang perburuan gengsi dan kekayaan. Muncullah istilah koboi-koboi Senayan. Mereka mendadak berubah menjadi selebritis politik yang dipuja para pemburu kesesatan. Para pengusaha yang ingin mulus berbisnis mesti menjalin negosiasi dan kongkalingkong dengan para koboi itu. Para birokrat yang ingin memuluskan agenda dan program ”basah” mesti ”njawil” dengan sang koboi. Para pengusaha hiburan mesti bermurah hati menyediakan fasilitas serba mewah lengkap dengan selimut ”hidup”-nya yang hangat agar usahanya tak kena ”semprit”. Paradigmanya pun dibalik. Mereka yang seharusnya mewakili dan melayani sang ”majikan”, mendadak sontak minta dilayani. Itulah perubahan yang kita rasakan selama ini, hehehehe :grin: Rakyat begitu gampang dilupakan. Janji-janji manis yang bertaburan di atas mimbar kampanye hanya membentur tembok retorika dan slogan belaka. Agaknya, periode 5 tahun belum cukup memuaskan dan memanjakan naluri ”kebrengsekan” purbanya.

Siklus 5 tahunan itu kembali akan digelar. Jika tak ada aral melintang, 9 April 2009 nanti bangsa kita akan kembali memilih ”kucing dalam karung”, eh, maksudnya memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR/DPRD dan DPD. Kini, gaungnya sudah mulai terdengar. Aroma kampanye sudah bertaburan di sudut-sudut kampung. Sebentar lagi, kita akan menyaksikan para calon wakil rakyat saling berlomba pidato, menaburkan retorika, dan menyebarkan janji-janji. Mereka mendadak jadi ”sok akrab” dengan rakyat. Bahkan, tak jarang yang memaksakan diri jadi dermawan. Seper-sekian pundi-pundinya diambil sebagai modal mendekati rakyat. Namun, jangan lupa, mereka sudah sangat piawai menyusun taktik dan strategi menjalankan ”bisnis” politik. Sungguh konyol mengeluarkan modal hanya sekadar untuk menjadi seorang dermawan. Pengalaman menjadi petualang politik dengan dukungan naluri ”kelicikan” sudah cukup menjadi modal untuk bermain akrobat di atas panggung.

Meski demikian, saya juga percaya, masih ada beberapa anggota dewan yang memiliki wisdom dan kearifan. Mereka benar-benar memosisikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya sehingga tak berani main-main dan spekulasi. Mereka tak mau larut dalam kubangan lumpur kesesatan dan kenistaan. Ada amanat yang mesti diembannya. Mereka tak dilarang menjadi kaya, tetapi semata-mata itu buah dari perjuangan dan keringatnya dalam menghadirkan sosok rakyat pada setiap jengkal keputusan dan kebijakan yang diambil. Mereka inilah sosok anggota dewan yang selalu ”tapa ngrame”, hidup berbaur dengan rakyat yang diwakilinya, visioner, dan berusaha menghadirkan ”syurga” buat ”majikan”-nya.

Kalau sudah begini, masihkah Sampeyan tidak percaya kalau Pemilu 2009 akan membawa perubahan? ***

Tidak ada komentar: