Minggu, 28 Desember 2008

ENVIRONMENT


KOMPAS 21 juli 2004

Reklamasi Pantai Dadap

Bukti Ketidakmampuan Mengelola Wilayah
PANTAI Pasir Putih! Membayangkan wilayah pantai yang berada di Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, itu sungguh menarik hati. Namun, kenyataannya tidak demikian. Di sana tidak ada hamparan pasir putih yang indah seperti namanya.
Ironisnya, proyek reklamasi Pantai Dadap ini sebelumnya dibiarkan begitu saja oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang meski pihak pengembang sama sekali belum mengantongi izin reklamasi dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
"Pemerintah kecolongan! Atau memang mereka tidak mampu mengelola wilayahnya?" kata Karya Ersada, aktivis lingkungan yang juga mantan Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.
PROYEK reklamasi Pantai Dadap sesungguhnya berawal dari niat Pemkab Tangerang untuk mengembangkan kawasan pantainya.
Koperasi Pariwisata Pasir Putih (KPPP) mengajukan permohonan izin lokasi seluas 100 hektar (ha) pada 1 Juni 2001 untuk mengembangkan wisata di Desa Dadap, Kecamatan Kosambi. Motor penggerak Koperasi Pariwisata Pasir Putih adalah Kepala Desa Dadap Dames Taufiq, yang di belakangnya adalah pengembang.
Di lain sisi, muncul sebuah skenario baru. Kawasan pantai di daerah itu dijadikan sebagai tanah garapan oleh sejumlah warga. Dugaan kemudian muncul bahwa status tanah garapan tersebut dianggap sebagai akal-akalan saja. Tanah "garapan" warga tersebut kemudian diusulkan untuk ditarik pajak bumi dan bangunan (PBB).
Setelah langkah tersebut diupayakan, pengelola kawasan Pantai Pasir Putih lantas mendapatkan surat pemberitahuan pajak tahunan (SPPT) atas tanah garapannya itu. Tak lama berselang, tanah garapan yang telah ditarik PBB itu dijual kepada pengembang. Total tanah "garapan" yang dijual mencapai 375.000 meter persegi.
"Diduga, tanah over garapan inilah yang kemudian akan dikembangkan sebagai pusat hunian. Yang kemudian menjadi menarik, mengapa pemerintah dan dinas terkait bisa mengeluarkan izin lokasi kepada pengembang hanya berdasarkan advis planning dan SPPT? Harusnya kan ada sertifikatnya," kata Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara Budi Usman.
Namun, kenyataannya, dalam kerangka acuan amdal jelas-jelas dinyatakan bahwa mereka akan membangun Perumahan Pantai Mutiara Dadap. Paling tidak, ada beda konsep dan pemahaman antara kawasan wisata dan perumahan. Meski demikian, sepertinya hal ini tidak menjadi persoalan bagi Pemkab Tangerang.
Reklamasi Pantai Dadap memang dihentikan untuk sementara. Lantas, apa langkah berikutnya? Menunggu pengembang melengkapi perizinan dan dokumen amdal untuk melanjutkan reklamasi, membiarkan segala akibat dari reklamasi begitu saja, mempersilakan reklamasi berjalan kembali, atau menghentikan reklamasi dan menuntut pengembang? Jawabnya bergantung pada untuk siapa pengembangan Pantai Dadap ditujukan: untuk masyarakat sekitar, pengembang, atau para pejabat di pemkab? (HERMAS EFENDI PRABOWO)

2 komentar:

mas_z@ky mengatakan...

bagus tu mas

mas_z@ky mengatakan...

hebat tuh mas..